"Aku ora ngalahan, tur yo ora pengen dikalahke. Nanging mesti tekan janjine, mung nyuwun pengapuro nek ono seng ketabrak, keseret, kenter, kebanjiran lan klelep. Mergo ngalang-ngalangi dalan seng bakal tak lewati."
Tulisan dala bahasa Jaw aini berjudulu Pesan Merapi dan ada di halaman Museum Mini Sisa Hartaku yang terletak di Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta di sekitar lereng Gunung Merapi.
Kalau diterjemahkan tulisan di atas memiliki makna , Aku tidak selalu mengalah, pun tidak juga ingin dikalahkan. Namun pasti akan menepati janji, hanya ingin minta maaf jika ada yang tertabrak, terseret, terbawa arus, digulung banjir dan tenggelam. Karena menghalang-halangi jalan yang bakal kulewati.
Tulisan ini sekaan-akan memberi pesan kepada kita semua bahwa Merapi sudah dan akan selalu beraksi sesuai dengan fitrahnya. Dan sebagai manusia, kitalah sesungguhnya yang harus menyesuaikan diri dan mengalah terhadap keganasan Merapi.
Sejenak saya termenung di depan prasasti dari batu yang di atasnya dihiasi sebuah kerangka sepeda yang sudah berubah menjadi besi rongsokan akibat keganasan Merapi.
Perjalanan di erang Merapi dimulai dengan mengikuti Lava Tur dari kawasan Kali Urang di Kali Adem dengan beberapa tujuan, salah satunya adalah Museum Mini Sisa Hartaku ini.
Perjalanan dengan jeep 4 wheel Drive itu memang bukan jalan-jalan biasa, Kita harus menempuh perjalanan melewati rute yang sulit dilalui oleh kendaraan biasa. Pertama kami sempat mampir di tempat yang bernama Batu Alien. Konon dinamakan demikian karena ada yang bilang bentuk batu ini seperti wajah alien.
Batu berukuran besar ini terbawa aliran lahar panas sewaktu letus besar Gunung Merapi pada 2010 lalu. Dan kalau diperhatikan memang bentuknya mirip dengan wajah seseorang yang dibilang mirip alien.
Dari batu alien, perjalanan dilanjut menuju ke Bunker Merapi. Bunker ini pernah menjadi saksi ngerinya kisah dua orang sukarelawan yang berlindung di dalamnya sewaktu Merapi Meletus. Tetapi ternyata bungker ini tidak dapat menahan lahar panas yang membuat keduanya harus meregang nyawa.