Selepas mampir dan menikmati Jamu kekinian di Acaraki Cafe, kami berjalan lagi di kawasan Kota Tua untuk nonton wayang.
Kami berjalan keluar dari gedung Kerta Niaga dan kemudian belok kiri di Jalan Kali Besar. Di Antara deretan gedung-gudang tua, terselip sebuah gerai atau toko kecil bernama Makutharama Puppet Studio, Java Art Souvenir. Di tembok putih di bawahnya tertulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris Toko Shop Wayang Puppet Studio.
Namun kami belum bisa masuk ke studio ini karena Aldy, sang tuan rumah masih menerima tamu. Akhirnya rombongan Koteka Trip berjalan-jalan sejenak di kawasan Kali Besar dan kemudian duduk di tepian sungai sambil memandang gedung-gedung di seberang. Salah satunya adalah Toko Merah.
Ira Latief secara singkat menceritakan tentang kisah dan tragedi mengerikan yang pernah terjadi di sana termasuk peristiwa pembunuhan orang Tionghoa pada 1740 yang menyebabkan merahnya Kali Angke dan penamaan Gunung Sahari yang konon disebabkan mayat yang menggunung dalam waktu sehari.
Dua orang pengamen mendekati kami, namun dengan santun ditolak oleh salah satu dari kamu karena pada saat ini Koteka Trip tengah menikmati pemandangan di anjungan Kali yang konon dibangun dengan inspirasi dari Korea Selatan.
Tidak lama kemudian, kami melihat rombongan turis asing yang keluar dari Puppet Studio dan kini gilirannya tiba untuk masuk.
"Sanggar Wayang, Puppet Studio," demikian tertera pada sebuah papan nama dihiasi sebuah wayang golek yang ada di atas pintu masuk studio.
Di dalam ruangan, Aldy Sanjaya sudah menunggu dan menyambut Koteka Trip dengan ramah. Dia tidak sendiri melainkan di temani ratusan atau mungkin ribuan wayang yang memenuhi dinding dan seluruh sudut studio yang mungil ini.