Dunia kini tengah mengalami krisis kemanusian dan ekonomi yang berkepanjangan dengan pecahnya perang atau invasi Rusia ke Ukraina sejak Februari 2022 lalu. Konflik yang semula diperkirakan berlangsung singkat karena adanya anggapan bahwa kekuatan antara Rusia dan Ukraina tidak seimbang, terbukti sebaliknya. Konflik dan perang berlangsung alot dan berlarut-larut tanpa akhir yang jelas.
Tentunya, kita semua maklum bahwa dalam suatu konflik bersenjata yang berlarut-larut seperti ini, rakyat Ukraina lah yang paling menderita. Bukan hanya banyak korban yang jatuh, melainkan rumah dan harta benda serta jutaan orang harus menjadi pengungsi ke berbagai negara. Selain itu rakyat Rusia juga harus ikut menanggung beban perekonomian yang makin sulit karena pemerintah harus mengeluarkan banyak dana untuk mendukung perang ini. Belum lagi kerugian akibat banyaknya korban yang tewas dan luka. Sementara banyak rakyat dan negara di seluruh dunia juga ikut menanggung akibatnya secara tidak langsung dengan makin tingginya inflasi, serta mahalnya harga minyak dan seribu satu persoalan lainnya. Singkatnya perang dan konflik hanya membawa duka alias lebih banyak mudarat dibandingkan manfaatnya.
Bukankah kita di Indonesia juga harus turut mengalami naiknya harga BBM tidak bersubsidi dan makin ketatnya pemerintah dalam memberikan subsidi?
Jokowi selama ini lebih banyak memainkan peran sebagai pemimpin yang inward looking atau lebih mengutamakan persoalan dalam negeri dibandingkan memainkan peran di luar negeri. Sebagai rakyat, kita sudah merasakan banyak hasil dan kemajuan yang dicapai dalam 8 tahun pemerintahan Jokowi, salah satunya adalah dalam bidang infrastruktur. Tentu saja kebijakan Jokowi ini banyak juga menimbulkan kontroversi serta pro dan kontra.
Kalau kita melihat kembali dalam sejarah Republik yang sudah berusia hampir 77 tahun ini, tentunya masih segar dalam ingatan sebagian rakyat akan peran yang dimainkan oleh Bung Karno sebagai presiden pertama. Banyak yang berpendapat bahwa Bung Karno memainkan peran yang sangat penting dalam dunia internasional kala itu. Salah satunya adalah peran Indonesia dalam Gerakan Non Blok dan juga Konferensi Asia Afrika.
Kini, Jokowi dan Ibu Iriana sedang dalam lawatan ke Ukraina dan Rusia. Perjalanan di mulai dari Jerman dan kemudian ke Polandia yang dilanjut dengan kereta api menuju Kiev, Ukraina serta kemudian dilanjutkan menuju Moskwa, Rusia. Dalam lawatan kali ini Jokowi merupakan pemimpin negara Asia pertama yang bertandang ke Ukraina dan Rusia setelah perang berkecamuk. Konon salah satu misi Jokowi adalah membawa pesan damai bagi Zelenskyy dan Putin.
Banyak orang meragukan kapasitas baik Indonesia sebagai negara maupun Jokowi secara pribadi dalam mengatasi konflik Rusia Ukraina yang rumit dan tidak mudah diurai bagaikan benang kusut. Sebagian rakyat Indonesia juga lalu berharap akan adanya keajaiban jika Putin dan Zelenskyy mau menghormati usaha Jokowi yang jauh-jauh datang dari Indonesia dan kemudian menghentikan perang dan konflik senjata untuk menyelesaikan perbedaan melalui cara-cara diplomasi dan damai. Semua kemungkinan masih terbuka lebar.
Kunjungan Jokowi ke Rusia kali ini juga membangkitkan nostalgia kunjungan Presiden Sukarno ke Uni Soviet di tahun pada Juni 1961. Ketika itu Bung Karno berkunjung ke Moskwa dan Leningrad dan disambut meriah baik oleh pemimpin Soviet kala itu, Kruschev dan juga seluruh rakyat Soviet. Semangat anti kolonial sangat tinggi di masa Indonesia tengah berjuang untuk membebaskan Irian Barat dari cengkeraman Belanda.
Lalu beberapa angka cantik segera bermain dalam kunjungan Jokowi kali ini. Juni 1961, saat berkunjung ke Soviet, Presiden Sukarno juga sekaligus merayakan hari ulang tahunnya yang ke 60 dan pada saat yang hampir sama Jokowi dilahirkan. Perbedaan 60 tahun ini membuat keduanya memiliki shio dan juga unsur yang sama dalam perhitungan zodiak Tionghoa, yaitu sama-sama kerbau logam. Dan kemudian 61 tahun kemudian pada 2022, Jokowi berkunjung ke Rusia ketika beliau baru saja merayakan ulang tahun yang ke 61.