Ketika berkunjung ke La Juderia de Cordoba, kami sudah sering melihat Menara El Mezquita dari kejauhan. Setelah mampir ke kawasan Romawi di sekitar Sungai Guadalquivir di pagi hari, baru siang ini kami sempat berkunjung ke sini, melihat kembali sebuah tempat ibadah yang berubah fungsi sesuai pergantian zaman dan penguasa. Lagi pulah Masjid Agung Kordoba inilah yang menjadi alasan utama jauh-jauh mampir ke Andalusia.
Dari La Juderia, kami berjalan menuju El Mezquita dengan patokan menara yang lumayan tinggi dan akhirnya sampai di Calle de Torrijos di salah satu sisi bangunan El Mezquita, dan melalui sebuah pintu kami masuk ke halaman yang luas. Halaman ini disebut Patio de los naranjos yang ditandai dengan banyaknya pohon jeruk dengan buah yang berwarna kuning kemerahan.
Pohon jeruk ini sebenarnya banyak dijumpai di tepi jalan di Cordoba dan buahnya juga sering berjatuhan di tepi jalan. Karena rasa penasaran saya pernah mencoba mencicipi jeruk ini, namun rasanya yang sangat masam dan pahit membuat jeruk ini memang tidak cocok untuk dimakan langsung. Menurut informasi, jeruk yang banyak ditanam di tepi jalan di seantero Cordoba ini diekspor ke Inggris untuk dijadikan selai.
Jeruk Cordoba ini ternyata bukan asli berasal dari Cordoba atau Andalusia. Buah ini dibawa oleh orang Arab yang di Spanyol disebut Los Moros pada sekitar abad ke X atau XI dan tumbuh subur di cuaca Andalusia yang relatif hangat. Di Patio de los Naranjos sendiri, jeruk mulai ditanam sekitar abad ke 12 atau 13. Walau dibawa oleh orang Arab, jeruk berwarna kuning keemasan ini sesungguhnya juga bukan berasal dari tanah Arabia, melainkan dari negeri Tiongkok.
Begitu melangkahkan kaki masuk ke dalam El Mezquita, pemandangan yang unik langsung terpampang di hadapan. Pemandangan yang selama ini hanya pernah disaksikan di buku pelajaran Bahasa Spanyol saya dan kartu pos yang kemarin saya beli di La Juderia.
Deretan pilar atau tiang yang khas dengan dua susun lengkungan di atasnya berbaris rapi dan teratur dengan harmoni yang indah, memberikan nuansa dan rasa damai. Dua susun lengkungan ini, yang di bawah berbentuk tapal kuda dan yang di atas berbentuk setengah lingkaran, memberikan kekuatan struktural yang lebih sehingga mampu menopang atap yang lebih tinggi.
Kombinasi bata merah kecokelatan dan batu putih kekuningan yang ada pada lengkungan tersebut menjadi ciri khas El Mezquita. Saya membayangkan di tempat ini, lebih 1000 tahun yang lalu, ribuan Jemaah melakukan ibadah salat di antara deretan pilar dalam ruangan yang disebut hypostyle hall karena dipenuhi dengan tiang. Ruangan ini juga sering disebut sebagai hutan tiang.
Saya berjalan sambil sesekali membaca leaflet yang saya ambil ketika membeli tiket masuk untuk mengetahui sekilas sejarah Masjid Katedral ini. Ketika Islam mulai mengusai Andalusia pada 711, Abdurahman I, penguasa yang datang dari Dinasti Ummayad di Damaskus kemudian membangun masjid dalam ukuran asli yang lebih kecil.
Sebelum dibangun masjid, sebelumnya pernah berdiri sebuah basilika yang dibangun kaum Visigoth dan juga tempat ibadah bangsa Romawi. Dalam sejarahnya masjid ini mengalami beberapa kali perluasan dan juga pembangunan menara hingga mencapai luas yang sekarang ini.