Yogya, saya datang lagi setelah sekitar dua tahun tidak berkunjung karena Covid 19 melanda. Berbagai perasaan campur aduk menjadi satu ketika tiba lagi di kota ini. Senang, gembira, terharu bercampur sedih karena bertepatan dengan meninggalnya salah seorang sesepuh. Singkatnya kunjungan ini menjadi anjangsana sekaligus juga melayat. Tetapi kehidupan dan kematian memang suatu keniscayaan, hanya waktu dan tempat yang mungkin menjadi misteri.
Baiklah teman, kisah ini akan saya mulai dengan jalan-jalan pagi di sekitar kawasan Alun-Alun Selatan yang kondang juga dengan sebutan Alkid atau Alun-Alun Kidul. Di sebelah barat alun-alun ini, ada dua buah jalan yang sejajar dan yang di sebelah utara adalah Jalan Ngadisuryan. Hal menarik serta kali melewati jalan ini dari atau menuju alun-alun adalah gapura tembok berwarna putih dengan pintu kecil yang atapnya melengkung. Di dekat pintu ini tertulis "Dilarang Kencing Disini",
Setelah berjalan kaki sekitar beberapa puluh meter, di sebelah kanan ada sebuah jalan yang mengantar kita ke Ndalem Ngabean. Di Yogya memang banyak sekali terdapat Ndalem yang dulunya merupakan tempat kediaman kaum bangsawan. Di tepi jalan diparkir mobil odong-odong yang biasanya kalau malam berkeliaran di sekitar Alun-Alun Kidul dengan lampu yang berkelap-kelip. Di bawah sinar mentari dua mobil VW warna putih dan kuning dengan tulisan Jogja ini seakan-akan menunjukkan bentuk aslinya. Tidak segemerlap dan ramai seperti di malam hari.
Ndalem Ngabean Resto sendiri memiliki banyak kenangan buat saya. Sekian dasa warsa yang lalu seorang teman yang mendapatkan jodoh suami dari negeri nun jauh di Eropa melangsungkan pesta pernikahan dengan adat Jawa di tempat ini. Sekarang tempat ini berfungsi sebagai hotel dan resto. Sejenak saya mengintip ke halaman yang cukup luas namun tampak sepi di pagi hari.
Saya sempatkan mengintip ke dalam. Di pojok halaman ada sebuah prasasti yang menjelaskan bahwa tempat ini pernah berfungsi sebagai rintis studio RRI Studio Nusantara II Yogyakarta di zaman perjuangan dahulu. Namun menurut cerita, ada juga kisah misteri yang terjadi di tempat ini sehubungan dengan sejarahnya yang ajang. Yang aling sering adalah sandal yang sering berpindah sendiri.
Selepas sejenak menjenguk Ndalem Ngabean saya menyusuri Gang Abdul Hadi dan masuk ke kawasan Ngadisuryan. Kalau kita lurus akan sampai ke Jalan Taman sekaligus kompleks pemandian Taman Sari. Namun kalau dari Gang Abdul Hadi ini kita belok kanan akan sampai ke Masjid Ngadisuryan. Di sini saya kembali bertemu dengan mobil odong-odong yang sedang beristirahat di pagi hari. Namun yang unik adalah sebuah papan pengumuman yang ternyata merupakan koran dinding. Di sini ditempelkan Surat Kabar Harian terkenal Kedaulatan Rakyat yang kemudian ditutup kaca dan dapat dibaca oleh siapa saja yang lewat. Saya teringat ketika di dahulu juga sering membaca koran dinding KR ini di kantor pusat harian tersebut di Jalan Pangeran Mangkubumi.