Setiap kali ke Istanbul, saya selalu berkunjung ke tempat ini, baik dengan penjelasan pemandu wisata seperti pada kunjungan pertama dan kedua, maupun hanya untuk berjalan-jalan pada kunjungan ketiga dan keempat.
Sultan Ahmet Meydani, atau Lapangan Sultan Ahmet memang sudah ada di Istanbul sejak zaman baheula. Sejak kota ini masih bernama Konstantinopel pada era Byzantium , hingga zaman sultan-sultan Ottoman dan era Presiden Erdogan sekarang. Lapangan yang dulunya disebut Hippodrome ini memang tidak pernah berhenti menyihir siapa pun yang datang. Letaknya yang strategis tidak jauh dari ikon kota Istanbul seperti Masjid Biru dan Aya Sofia, membuat saya selalu ingin mampir ke sini.
Sore itu, merupakan senja terakhir di Istanbul sebelum tengah malam nanti kembali ke tanah air. Udara yang cerah dengan cuaca cukup bersahabat membuat jalan-jalan saya di kawasan Sultan Ahmet terasa sangat menyenangkan.
Sebuah bangunan berkubah dengan arsitektur Neo Byzantine segera menarik perhatian saya. Walau sering lewat di sini, sebelumnya saya jarang memperhatikan bangunan yang bentuknya oktagon dengan delapan buah tiang marmer berwarna hijau yang indah ini.
Baru kali ini saya mendatanginya lebih dekat dan memperhatikan secara lebih saksama. Bangunan berbentuk kubah yang memiliki struktur Baldachin ini hampir seluruhnya terbuat dari marmer warna putih kecuali delapan buah tiang dan kubah yang terbuat dari perunggu.
Ternyata bangunan inilah yang disebut sebagai German Fountain atau Air Mancur Kaiser Wilhem yang merupakan hadiah Kaisar Jerman buat Sultan Abdul Hamid II setelah kunjungan Kaisar Jerman tersebut pada 1898. Air mancur ini sendiri diresmikan pada 1901. Monumen ini menjadi saksi sejarah aliansi antara Jerman dan Ottoman pada Perang Dunia I yang mempercepat runtuhnya Dinasti Ottoman.
Dari air mancur saya terus berjalan di Hippodrome atau disebut juga At Meydani alias Lapangan Kuda. Dari kejauhan terlihat dua buah tugu atau obelisk yang menjadi ikon di lapangan ini.
Obelisk yang pertama disebut Obelisk of Theodosius yang merupakan sebuah tugu setinggi sekitar 20 meter lebih. DI sekelilingnya ada pagar setinggi sekitar 1 eter lebih dan banyaknya turis dari Tiongkok. Obelisk ini jelas berasal dari Mesir karena ukiran Hieroglif yang ada di sekujur tubuhnya yang terbuat dari batu granit warna merah,
Yang menarik adalah obelisk ini aslinya sudah dibuat sekitar tahun 1500 BC dan berada di Kuil Karnak di Luxor. Namun ketika Mesir berada di bawah kekuasaan Romawi, pada sekitar 300 Masehi, obelisk ini di bawah sepanjang Sungai Nil sampai ke Aleksandriyah. Tinggal di sana selama beberapa puluh tahun sampai akhirnya di bawah ke Konstantinopel dan didirikan pada tahun 390 .
Saya berjalan lagi menuju ke obelisk yang kedua. Namun sebelum itu berjumpa dengan sebuah tiang perunggu berwarna hijau yang berbentuk spiral.
Tiang ini disebut sebagai Serpent Column yang memiliki ketinggian sekitar 3,5 meter dan terlihat seperti badan tiga ekor ular yang saling melilit. Menurut prasasti yang ada di dekatnya, sebenarnya ada tiga buah kepala ular yang sekarang sudah hilang. Sebagian rahang kepala ular ini disimpan di Istanbul Archaeological Museums.