For all those who were lost
For all those were stolen
For all those who were left behind
For all those who were not forgotten
Demikian terukir pada sebuah tugu terbuat dari marmer dan berbentuk segitiga dengan tinggi sekitar dua meter. Di depannya ada lapangan rumput hijau yang lumayan luas dan di dekatnya ada sebuah plaza berbentuk lingkaran. Lingkaran ini dinamakan "Circle of Diaspora" di mana terukir peta dunia yang menggambarkan diaspora keturunan Afrika. Peta itu menggambarkan benua Afrika dan juga Amerika dengan garis garis yang menghubungkan negeri asal dan negeri di mana mereka sekarang bertempat tinggal.
Di manakah saya berada? Ah ternyata masih di kawasan Lower Manhattan di pusat kota New York. Tidak terlalu jauh dari 9/11 Memorial yang sempat membawa kesedihan mendalam. Dan tempat ini, yang memiliki nama resmi "Africal Burial Ground"pun memiliki atmosfer yang suram. Karena di tanah inilah dulu dikuburkan para budak maupun orang bebas yang berasal dari Afrika.
Sebuah papan nama ada di tepian pagar, tepat di lapangan rumput hijau dengan latar belakang tugu segitiga dan "Circle of Diaspora" tadi. Di dekatnya berderet papan informasi yang bisa bercerita sejarah singkat tempat ini dan juga sejarah nenek moyang penduduk keturuna Afrika Amerika yang sekarang banyak kita jumpai di New York.
Pada papan pertama diceritakan kedatangan orang-orang Afrika di koloni Belanda yang ketika itu bernama "New Amsterdam" pada abad ke 17 . Mereka datang dari berbagai tempat dengan budaya agama dan bahasa yang berbeda-beda. Tragis nya hampir semua kepergian para diaspora itu dulunya adalah dalam konteks perdagangan manusia di mana mereka diburu di kampung halaman dan kemudian dijadikan budak di benua baru. Dan New Amsterdam menjadi salah satu pusat perdagangan budak di Amerika Utara pada saat itu.
Pada 1664 Inggris menguasai New Amsterdam dan namanya diganti dengan New York. Hingga sampai kemerdekaan Amerika Serikat , New York memiliki paling banyak budak Afrika dibandingkan dengan koloni lainnya. Selain, budak ada juga orang Afrika yang memiliki status orang bebas.
Para budak inilah yang membangunkan infrastruktur kota New York seperti jalan-jalan di Broadway dan juga tembok kota yg sekarang menjadi Wall Street. Karena para budak bekerja sangat keras dalam lingkungan yang kurang sehat, tingkat harapan hidup mereka juga sangat rendah sehingga banyak yang meninggal selama usia belia.
Tempat ini digunakan sebagai pemakaman orang Afrika sejak 1690-an sampai 1794 dengan luas kuburan sekitar 6,6 acre. Lokasinya pada saat itu di luar kota New Amsterdam. Namun pemakaman ini kemudian hilang dan baru diketemukan lagi pada 1991 ketika diadakan penggalian untuk pembangunan gedung pemerintahan.
Saya terus membaca papan-papan informasi lainnya dan membaca kisah bahwa para orang Afrika tersebut dimakamkan dengan baik, mereka menggunakan peti mati individual dan sebagian diketemukan dengan benda-benda yang ikut dikuburkan.
Pada papan lain juga disebutkan bahwa pada 1731 ada sebuah undang-undang yang mengatur bahwa para budak Afrika tidak boleh berkumpul lebih dari 12 orang bahkan pada waktu pemakaman. Namun mereka tetap menghormati orang-orang yang dicintai dan dimakamkan dengan baik di tempat ini.
Ditempat ini dimakamkan lebih dari 15 ribu orang dan pada waktu pembangunan gedung pemerintahan pada 1991 sempat diekskavasi 491 rangka yang kemudian dimakamkan kembali. Pada Februari 2006 tempat ini dinyatakan sebagai monumen nasional dan satu-satunya tempat menarik di New York yang terletak di bawah tanah.
Monumen ini memang dibangun untuk mengenang mereka yang direbut kebebasannya dan kemudian dipindahkan ke tanah asing. Dijadikan obyek perdagangan lalu sebagian besar meninggal pada usia muda dan kemudian terlupakan oleh sejarah. Dengan mampir ke monumen ini kita bisa mengenang dan merenung kembali kisah gelap sejarah perbudakan yang terjadi di New York . Kisah nenek moyang sebagian penduduk keturunan Afrika di Amerika.