Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

1683 vs 1863 di Prasasti Ciaruteun

Diperbarui: 9 Agustus 2017   03:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Napak tilas kejayaan Kerajaan Tarumanegara berlanjut dengan mampir ke Prasasti Ciaruteun. Letaknya hanya beberapa ratus meter di seberang jalan dari Prasasti Tapak Gajah. Kembali sebuah papan informasi berwarna biru menceritakan sekilas mengenai prasasti ini.

Pada kalimat terakhir tertulis bahwa 'Prasasti atau tulis Ciaruteun ditemukan oleh N.W.Hoverman pada 1683'.Angka ini mirip dengan diketemukannya Prasasti Kebon Kopi pada 1863. Yuk nanti kita bahas lebih lanjut.

dokumentasi pribadi

Kembali dengan bersemangat Pak Dwi Cahyono, sang arkeolog kita mulai bercerita. "Prasasti ini dibuat dari batu andesit dan inskripsi nya jauh lebih jelas dibandingkan dengan Prasasti Tapak Gajah", demikian kalimat pembuka cerita.

Setelah itu dibahas panjang lebar mengenai tulisan empat baris berbahasa Sansekerta dalam aksara Pallawa yang terukir di batu monolit yang beratnya mencapai 8 ton itu.

dokumentasi pribadi

'Vikkrantasyavanipateh, shrimatah purnavarmanah, tarumanagararendrasya, vishnoriva padadvayam

Ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki dewa wisnu, ialah kaki yang mulia sang Purnawarman,raja di dengri Taruma yang gagah berani di dunia'. Pada papan putih di dekat pagar cungkup, ada salinan inskripsi lengkap dengan transliterasi dan terjemahannya

Dokumentasi pribadi

Pak Dwi mulai menjelaskan kata pertama yang ada pada prasasti, Vikkranta yang artinya melangkah. Walau disini diterjemahkan menjadi tapak kaki. Dari kata ini kemudian meluas menjadi istilah triwikrama yang sering kita dengar dalam dunia pewayangan. dimana tokoh tertentu dalam keadaan marah bisa melakukan triwikrama dan kemudian berubah bentuk menjadi raksasa. Secara harfiah Triwikrama bermakna Tiga Langkah.

dokumentasi pribadi

Selanjutnya dibahas gambar yang ada di bawah sepasang telapak kaki berbentuk lingkaran kecil dengan banyak sulur. Bisa ditafsir sebagai laba-laba, bisa juga sebagai bentuk matahari. Pak Dwi lebih yakin kalau tu matahari.

Kata matahari dalam bahasa Jawa disebut sebagai srengenge yang berasal dari Shang Hyang E, Matahari yang  menjadi penguasa hari. Dalam bahasa jawa e'suk untuk pagi tengah'e untuk siang dan so're untuk sore yang menunjukan kekuasaan sang mentari yang hadir melalui huruf 'e.

dokumentasi pribadi

Ketika pertamakali diketemukan pada 1863 prasasti ini berada ditepi sungai Ciaruteun, namun ketika banjir besar pada 1893, sempat bergeser ke hilir dan posisinya menjadi terbalik. Lalu dikembalikan lagi ke posisi awal pada 1903.

Akhirnya pada 1981 dipindahkan ke posisi yang sekarang ini. Konon pada saat posisi terbalik itulah prasasti secara tidak sengaja digarap oleh pemecah batu sehingga menjadi  somplak di salah satu sisinya.

dokumentasi pribadi

"Perlu lebih dari 30 hari untuk memindahkan batu ke tempatnya sekarang.  Batu prasasti ini per jam-nya hanya bisa bergerak 5 cm, walau lebih dari 20 orang dikerahkan untuk memindahkan batu seberat 8 ton ini" , demikian keterangan penjaga prasasti, seorang lelaki tua berusia lebih dari 70 tahun yang mengenakan kopiah hitam

Kalau diperhatikan ada dua angka tahun yang berbeda yang menunjuk kapan prasasti ini ditemukan. Pada papan biru ditulis 1683, sedangkan menurut informasi pak Dwi, 1863. Buat saya tidak penting. Yang penting dua-duanya bisa dicak jadi qiu qiu. he he 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline