“Banyak juga lelaki yang hadir yah”, demikian kira-kira komentar pertama yang diutarakan oleh Agustina Erni, Deputi Bidang Partisipasi Masyaraat KPPA (Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Republik Indonesia membuka acara “Diskusi Publik Bersama Mengakhiri Kekerasan Terhadap Permpuan dan Anak “ yang diselenggarakan di hotel Royal Kuningan pada pagi hingga siang di Sabtu, 3 Desember 2016 .
Ibu deputi mewakili Mentri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise yang berhalangan hadir pada acara ini juga menambahan bahwa acara dengan topik kekerasan terhadap perempuan dan anak ini biasanya lebih banyak dihadiri kaum wanita.
Acara dibuka dengan presentasi singkat dengan stastistik jumlah perempuan yang mewakili sekitar 49,75 % penduduk Indonesia sekaligus jumlah anak yang setara dengan sepertiga jumlah penduduk. Diungkapkan juga stastistik kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terus meningat dari tahun ke tahun. Dijelaskan bahwa fenomena ini bisa disebabkan karena jumlahnya yang memang meningkat atau mungkin juga kesadaran untuk melaporkannya yang terus meningkat. Biarpun bagaiman fenomena gunung es ada disini. Angka yang ditampilkan jauh lebih kecil dari keadaan sesunguhnya.
Namun, untuk mengatasi persoalnan ini, kita tidak bisa hanya mengharapkan peran pemerintah dikarenakan jumlah kekerasan yang terus meningkat dan sebaran geografis Indonasia yang sangat luas. Peran serta masyarakat sangat diharapkan, baik lembaga profesi, oraganisasi kemasyarakatan, akademisi, lembaga riset, media dan tentunya oraganisasi keagamaan.
Presentasi berikutnya dibawakan oleh Sri Astuti dari Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak (PSGPA) sekaligus dosen Universitad Muhammdiyah Prof Dr Hamka yang menceritakan tentang pengalaman pendampingan di Rusun Marunda .
Mengikuti presentasi ini, kita seakan-akan dibawah ikut serta mampir ke Rusun yang berlokasi di kawasan Jakarta Utara, dekat Rumah Si Pitung. Kita dapat mengenal kondisi rusun yang terdiri dari beberapa cluster yaitu cluster A , B, dan C yang masing-masing terdiri dari 11, 10, dan 5 Blok. Juga dijabarkan lengkap struktur demografi penghuni rusun dari batita sampai lansia.
Segala permasalahan yang ada di rumah susun seperti narkoba, kekerasan terdadap peremupan dan anak yang meliputi kekerasan fisik, emosional, maupun seksual dikupas secara lengkap. Tentunya dijelaskan juga solusi yang jitu dan melibatkan secara langsung semua unsur yang ada di rusun Marunda. Salah satunya adalah kegiatan yang disebut Jakarta Rusun Festival 2016.
Diskusi dilanjutkan dengan giliran nara sumber berikutnya yaitu Vitria Lazarini, seorang psikolog dari Yayasan Putih yang membawakan tema “Mendampingi Mereka yang Alami Kekerasan” dengan slogan Ayo Gerak Bersama!.
Acara kemudian ditutup dengan makan siang bersama, pengumuman lomba ngetweet dan tentunya foto bersama nara sumber dan kompasianer. Dalam diskusi ini dibahas pula program three ends yaitu mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan orang, dan mengakhiri ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempuan
***
“Kapan-kapan kita bikin diskusi tentang kekerasan terhadap lelaki”, ucap bu deputi sambil tertawa lebar ketika ditanya kenapa hanya perempuan saja yang sekan-akan bisa menjadi korban dan predator atau penjahatnya selalu lelaki. Bukankah dalam kehidupan nyata , lelaki juga bisa menjadi korban ?