Dari kawasan Ikebukuro, pengembaraan dimulai dengan naik metro Fukutoshin Line arah Motomachi-Chukagai dan kemudian pindah ke Chiyoda Line di Stasiun Meiji-jingumae Harajuku. Dari sini cukup dua stasiun sampai ke stasiun penghabisan di Yoyogi-Uehara.
Setelah berjalan kaki sekitar 5 menit dengan santai mengikuti pemandu bajakan lokal, seorang pemuda yang berusia 25 tahunan, yang dengan rela mengatarkan kami ke Tokyo Cami atau Masjid Tokyo melalui jalan kecil di dekat stasiun, akhirnya kami tiba di Inokashira Dori. Jalan raya yang di hari minggu siang itu cukup lenggang. Bangunan megah dengan sebuah menara setinggi 40 meter tampak di seberang jalan. Selain menara dan kubahnya , seluruh fasad alias tampak muka masjid ini memang sangat khas model Ottoman . Sekilas , bagaikan sebuah masjid di Istanbul yang dipindahkan ke Tokyo. Adzan dzuhur sayup-sayup terdengar berkumandang membuat kami mempercepat langkah menyebrang jalan .
Di pintu utama, di lantai dasar, ada beberapa pengumumam yang tertempel rapih. “Limited time offer! Halal Beef Kebab Y600.”, demikian info tentang makanan halal yang dijual di tempat parkir di belakang masjid. Selain kebab juga ditawarkan teh dan kopi serta es krim khas Turki. Sebuah pengumuman juga bercerita tentang dana yang harus dikeluarkan oleh “Diyanet Foundation of Japan” seitar 3 Juta Yen per bulan untuk biaya operasional masjid yang benar-benar hanya bersandarkan kepada sadaqah dan sumbangan ummat.
Suasana Turki segera menyerebak ketika ada di dalam beranda lantai dasar ini. Seorang resepsionis, lelaki Jepang berusia 50 tahunan menyambut salam dan menunjukan tempat wudhu untuk pria yang letaknya persis di samping beranda. Sedangkan tempat wudhu untuk wanita ada di lantai basement . Ruang wudhunya sederhana, namun dominasi marmer warna semen baik di lantai maupun dinding menguatkan atmosfer Turki yang kental di tempat ini. Selesai wudhu, kembara dilanjutkan melalui tangga yang memutar menuju lantai atas dimana terdapat halaman terbuka dan bangunan utama masjid.
Ruang sholatnya cukup luas dibalut dengan karpet warna hijau dengan garis pembatas saf bermotifkan flora warna warni kmombinasi coklat , merah, biru, dan putih. Iqamah baru saja selesai dilantunkan dengan merdu dan sholat jemaah pun dimulai. Hanya ada satu saf dengan jemaah campuran berbagai bangsa, sebagian besar berwajah Turki, ada juga Jepang, Afrika dan tentu saja Asia Tenggara. Selesai sholat dan sedikit dzikir, jemaah bersalaman-salaman persis seperti yang dilakukan sebagian ummat di tanah air. Dan tbalah saatnya untuk mengangumi keindahan interior masjid terbesar dan terindah di seantero negri matahari terbit ini.
Pandangan di arahkan ke atas , ke langit-langit yang menjadi bagian dalam kubah utama. Pusatnya berupa hiasan kaligrafi berwarna emas dengan dasar hitam yang dikelilingi dua baris lingkaran dengan warna-warna berkesan tenang, coklat, merah bata, biru muda, serta putih . Tampak sangat serasi dengan motif radia yang berkembang ke lingkaran besar utama berhiaskan empat sudut yang bertuliskan Allah dan Muhammad. Relung-relungnya bergaris-garis dengan warna coklat tua kemerahan dan putih yang berganti-ganti. Tidak kalah dengan keanggunan dan keindahan masjid-masjid di Andalusia.
Tepat di bawah kubah, sebuah lampu kristal besar menambah indahnya ruang dalam masijid yang berlatar belakang jendela-jendela dengan kaca ptri warna-warni. Sekilas terlihat lantai dua bangunan utama yang digunakan untuk ruang sholat wanita. Ketika mencari tangga menuju lantai atas ini, saya sempat dihadang oleh pengumuman dalam berbagai bahasa “No men allowed. Masjid Wanita di atas”, demikian sebagian tertulis pada pengumuman di samping pintu.
Mihrabnya terbuat dari marmer putih berhiaskan ornamen berwarna kuning emas. Di bagian atas terdapat kaligrafi nukilan ayat-ayat Al-Quran yang ditulis dengan tinta emas di atas latar belakang hitam. Dua jendela besar dengan model lengkung dan kaca patri mengapit mihrab ini. Mimbar dari marmer putih dengan anak tangga yang megah hadir untuk menegaskan keturkian masjid ini.
Di dekat pintu masuk ada sebuah meja kayu berukir dimana diletakan sebuah Al Quran dan kitab tentang kaligrafi karangan Ahmed Semseddin dalam tiga bahasa yaitu Turki, Arab, dan Inggris. Tidak jauh di dekatnya , ada sebuah kotak mirip safety deposit yang ternyata merupakan kotak sumbangan. Di bawahnya sebuah lemari kecil berisi sarung dan tulisan “Sarong, sarung, Lungi”, serta tulisan dalam aksara Arab, Jepang dan dewanagari. Lucunya dilengkapi dengan gambar bagaimana cara memakai sarung.
Bagian beranda atas masjid berupa halaman yang lumayan luas dengan lantai marmer warna semen yang sama. Sebuah kubah kecil memayungi tanggai menuju lantai dasar. Kubah ini bertengger diatas pintu dan jemdela yang terbuat dari kayu berukir dengan plitur warna coklat tua. Bagian depan masjid kembali dihiasi dengan tiang-tiang dan relung masjid model Turki dan strip garis khas Andalusia.
Kembali ke lantai dasar, di dekat beranda terdapat ruangan dengan meja kecil dimana tersedia minuman dan teh Turki gratis. Pengunjung juga dapat bersantai di sofa dengan dekorasi bagaikan istana Ottoman lengkap dengan air mancur marmer mini di tengah ruangan.