Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Ziarah ke Makam Tiga Hari di Lubang Buaya

Diperbarui: 18 Juni 2016   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak jauh dari Terminal BusWay Pinang Ranti, dengan angkot kita bisa sampai ke sebuah tempat yang sebenarnya sudah sangat terkenal, namun belum pernah saya kunjungi.  Tempat ini  memiliki nama resmi “Monumen Pancasila Sakti”, seperti tampak pada pintu gerbangnya yang megah di Jalan Raya Pondok Gede.

img-4638-5764ad4c347b61fe06fde73b.png

Setelah membayar tiket , sebuah buku panduan mungil yang cantik dengan warna merah bergambar monumen berbentuk Garuda Pancasila dan patung tujuh pahwalwan revolusi berpindah tangan. “Waspada... Dan Mawas Diri Agar Peristiwa Semacam Ini Tidak Terulang Kembali” demikian tertera di bagian bawah buku panduan ini.

img-4639-5764ad6f5a7b610a0f03fe71.png

Selamat Datang di Monumen Panca Sila Sakti”, sebuah prasasti  yang cukup besar menemani perjalanan menyusuri jalan yang di teduhi pepohonan rindang sejauh beberapa ratus meter. Kita kemudian akan sampai di pelataran parkir dan lapangan terbuka yang luas. Daya tarik pertama adalah display mobil GM Old Mobile 98,  kendaraan  dinas LetJen Ahmad Yani dengan nomer AD 1. Mobil sedan  ini berdampingan dengan Toyota  Kanvas  No 44-01 yang merupakan kendaraan dinas Mayjen Soeharto pada saat itu. 

img-4644-5764adad549773eb06aefed0.png

Wisata di Lubang Buaya dilanjutkan dengan menuju ke jantung Monumen Panca Sila Sakti yang luasnya sekitar 14 hektar ini.  Setelah melewati lapangan rumput hijau yang terawat rapih dan cukup luas, kita belok kiri dengan menaiki beberapa anak tangga sambil melewati sebuah prasasti marmer bertuliskan Pantjasila.  Masih dengan ejaan lama.

img-4651-5764adc55497732607aefec9.png

Tempat pertama yang dikunjungi adalah Serambi penyikasaan, yang merupakan tempat penyiksaan ke empat pahlawan revolusi sebelum dibunuh dan dimasukan ke dalam Sumur maut.   Di rumah ini terdapat sebuad diorama yang dibuat berdasarkan hasil sidang Mahkamah Militer Luar Biasa serta kesaksian Agen polisi II (dua) Sukitman.

Adegan penyiksaan terasa sangat hidup dengan Mayjen Soeprapto, Mayjen S. Parman, Brigjen Soetojo, dan Lettu Tendean menjadi bulan-bulanan penyiksaan pemberontak G30 S/PKI dan Gerwani. Tampak sangat mengerikan betapa sesama anak bangsa bisa demikian kejam.  Ketiga Pahalawan Revolusi yang lain sudah meninggal ketika dibawah ke kawasan Lubang Buaya ini.

img-4655-5764adeaf67e6108048b4573.png

Tidak jauh dari rumah penyiksaan ini juga masih terawat rapih rumha yang dijadikan pos komando. Lengkap dengan perabotannya yang tampak tua dan antik. Termasuk satu set mebel sederhana yang memang mewakili era tahun 60-an. Kira-kira lima puluh meter dari pos komando, terdapat sebuah rumah yang dijadikan dapur umum oleh pemberontak PKI.

img-4657-5764ae16d67e61bc038b457b.png

“Tjita2 Perdjuangan Kami untuk Menegakkan Kemurnian Pantja Sila Tidak Mungkin Dipatahkan Hanya dengan Mengubur Kami dalam Sumur Ini, Lubang Buaja , 1 Oktober 1965”. Sebuah prasasti marmepr putih ada tepayt di dekat sebuah lubang yang dinamakan Sumur Maut.  Sumur  tua ini memiliki kedalaman 12 meter dan diameter hanya 75 cm.  Di sinilah dulu jenazah ketujuh pahlawan revolusi dibuang setelah dianiaya dan dibunuh pada 1 Oktober 1965.

img-4658-5764ae33f87e61bd07ccee90.png

Setelah dibuang, sumur ini kemudian ditutup dengan menggunakan batang pisang, sampah dan daun-daun kering sebelum ditutup dengan tanah. Sebagai tipuan, para pemberontak juga menggali lubang-lubang lain di sekitar tempat itu untuk menyeatkan orang-orang yang akan mencari jenazah ketujuh pahlawan tersebut. Untungnya, berkat saksi mata jenazah dapat diketemukan pada 4 Oktober 1965.  Setidaknya Sumur Maut ini telah menjadi Kuburan Selama Tiga Hari. Sebuah cungkup yang cukup megah sekarang menaungi sumur maut ini.

img-4670-5764ae6ed67e61b6038b4581.png

Yang menjadi pusat monumen ini adalah sebuah tugu raksasa yang terletak 45 meter dari sumur maut. Angka 45 ini melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia.  Berdiri dengan gagah patiung tujuh Pahlawan Revolusi  di kaki dengan latar belakang dinding berukuran 17 eter yang melambangkan tanggal 17. 

Sang Garuda Pancasila yang gagah tapak menaungi ketujuh Pahlawan revolusi itu. Dan di bawahnya terdapat relief yang menggambarkan peristiwa sebelum dan pada saat kejadian dan penumpasan G 30 S PKI . Di antaranya ada relief Bung Karno dengan buku bertuliskan Nasakom dan juga gambar Pak Harto sedang berpidato.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline