Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Mengintip Kekerabatan Bugis dan Cina di "La Galigo"

Diperbarui: 15 Mei 2016   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I La Galigo Asekku,   "I Lagaligo Namaku”,  demikian teriakan Rudy Wijaya Idris yang bagaikan memecah panggung Graha Bhakti Budaya di Taman Ismail Marzuki sekaligus membuka babak penutup pementasan sendratari dengan judul “ I La Galigo Asekku” ini.   Berkumpulnya kembali  I La Galigo dengan ibunya We Cudai serta ayahnya Sawerigading membuat penonton bertepuktangan.  Kisahnya happy ending!

img-3947-5737c5298d7a615a0cd4455b.png

Mementaskan sureq La Galigo, epos dari tanah Bugis, yang konon naskah aslinya ditulis dalam bentuk lontar berbahasa Bugis kuno dan terdiri lebih dari 300 ribu baris ke pentas teater bukanlah hal yang mudah.    Sureq atau “Serat” I La Galigo merupakan salah satu warisan budaya anak bangsa yang sejak tahun 2011 telah dinobatkan oleh UNESCO sebagai epos mitos terpanjang di dunia sekaligus sebagai warisan budaya dunia dalam kategori “Memory of the World”.   Dan kali ini IKA UNHAS wilayah Jabodetabek telah berhasil membawakannya dengan sangat baik walau belum bisa dibilang sempurna.

img-3947-5737c54ab47e614f14b6984d.png

Pertunjukan dibuka dengan suasana muram di panggung diiringi dengan nyanyian dan bacaan dalam Bahasa Bugis yang sebagian diterjemhakan ke dalam Bahasa Indonesia. Para pemain sendiri belum berdialog apa-apa.  Namun dengan pembacaan narasi penonton mulai digiring secara perlahan memasuki dunia epos dan mitos dalam budaya Bugis yang mengambil setting di Tanah Luwu ini. 

Dikisahkan tentang kelahiran Sawerigading yang merupkan putera Batara Lattuq dan We Datu Sengeng. Kebetulan Sawerigading ini lahir kembar dengan saudari nya yang diberinama  I Tenri Abeng.  Karena sudah diramalkan oleh dewata  bahwa ketika dewasa nanti Sawerigading akan jatuh cinta kepada saudari kembarnya makan mereka pun dipisahkan sejak kecil.

img-3956-5737c56390fdfdd40d062c58.png

Dalam salah satu adegan, setelah Sawrigading dewasa, ada dialog bahwa Sawerigading sempat bertemu dengan I Tanri Abeng dan menyatakan keinginannya  untuk menikahi sang saudari kembar.  Lucunya dalam dialog itu diungkapkan juga bahwa sebenarnya Sawerigading sendiri sudah memiliki 70 istri!.   Akhirnya sang ibu memberitahu bahwa I Tenri Abeng adalah saudari kandungnya sendiri sehingga sama sekali tidak boleh dinikahi.

Kemudian atas saran I Tenri Abeng, Sawerigading berlayar menempuh tujuh samudera untuk mencari I We Cudai, seorang gadis yang bentuk wajah dan tubuhnya mirip dengan I Tenri Abeng. Gadis rupawan itu merupakan putri raja Cina.  Setelah berbulan-bulan menempuh marabahaya dan juga menghadapi perompak dan badai di samudera akhirnya Sawerigading pun tiba di negri Cina.

img-3962-5737c57890fdfd450e062c4d.png

Setelah melalui perjuangan yang berat dan memenuhi permintaan I We Cudai sebagai syarat pernikahan, akhirnya Sawerigading mampu mendapat persetujuan. Namun karena sedikit salah pengertian, I We Cudai sempat menolak untuk menikah dan hanya bisa dilakukan dengan perperangan. Raja Cina kemudian takluk dan berhasil membujuk I We Cudai untuk menikah.

Singkat cerita  , lahirlah putra pertama mereka, yang diberi nama I La Galigo.   Sang putra yang digambarkan dapat diketemukan kembali oleh I We Cudai dengan cara mengadakan acara sabung ayam.  Demikianlah selama sekitar satu setengah jam saya tersihir dalam dunia epos, mitos dan legenda yang membawa jiwa dan ruh saya mengembara ke berbagai dimensi kehidupan. Kehidupan manusia di bumi, serta kehidupan para dewata di langit. Dari suasana bumi Kerajaan Luwu di Sulawesi, sampai dengan nuansa negri Cina yang digambarkan apik dengan dekor serba merah dan musik yang mendayu-dayu.

img-3969-5737c58f1dafbd3c05d59a7b.png

Dan teriakan “I la Galigo Asekku” atau “I La Galigo Namaku” sekali lagi menggelegar sekaligus membangunkan jiwa dari mimpi mengembara ke dunia legenda yang menghanyutkan itu. Saya pun terbangun dengan jiwa yang sarat tanda tanya namun bangga telah ikut dalam pagelaran ini walau hanya sebagai pemirsa.  Salah satu tandatanya adalah bagaimana menjelaskan kekerabatan Bugis dan Cina yang dikisahkan pada diri I La Galigo!

img-3979-5737c5a3a7afbd0f05ddc29d.png

Pertunjukan  pun selesai. Para pemain, sutradara dan pemusik kemudian tampil ke panggung memberi hormat dan mendapatkan tepuk tangan meriah dari seluruh pemirsa. Pertunjukan di Jakarta dapat dibilang sukses seperti pertununjuan sebelumnya di Kuala Lumpur pada 22 Aril 2016. Semoga rencana  pertunjukan berikutnya di Paris juga memperoleh sukses serupa.

Selamat berkarya, dan lestarikan warisan budaya bangsa yang telah mendunia ini. “ILa Galigo Asekku”.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline