Setelah puas berkelana di dalam tembok benteng Kremlin, tiba waktunya untuk melanjutkan perjalanan. Dan kini, saya kembali ke Lapangan Satu Mei menuju stasiun metro Kremlievskaya. Di Moskwa, angkutan metro ada di mana-mana dengan belasan jalur. Sementara di Kazan, metro hanya memiliki satu jalur dan baru selesai dibangun dalam beberapa tahun yang lalu.
Setelah membeli tiket seharga 16 Ruble sekali jalan dalam bentuk token, saya masuk ke dalam stasiun yang yang letaknya tidak terlalu dalam di bawah tanah. Sistem pengamanan di stasiun metro cukup ketat karena setiap kali lewat penumpang yang membawa tas harus diperiksa dengan X ray, Yang unik dari stasiun metro adalah ornamen dan hiasan di dinding stasiun yang menggambarkan budaya khas Tatarstan.
Tidak lama saya menunggu, kereta pun tiba. Gerbong kereta di Kazan juga terlihat cukup modern dengan peta jaringan dan nama stasiun yang ditulis dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Rusia, Tatar, dan Inggris. Asyiknya ada juga pengumuman dalam tiga bahasa dan tertera peta seluruh stasiun lengkap dengan nama dalam tiga bahasa dan lampu yang menunjukkan di mana kereta berada. Singkatnya, kalau mata awas, kita tidak akan nyasar.
“Next Station, Tukay Square,” demikian pengumuman di kereta sehingga saya pun kemudian turun di stasiun yang kali ini dihiasi dengan lukisan tembok dan mosaik yang menggambarkan kehidupan serta karya sastara Gabdulla Tukay, salah seorang penyair Tatar yang paling terkenal.
Keluar dari stasiun metro, saya melihat sebuah jam besar dari perunggu dengan hiasan yang unik dan indah dan dari sini kita bisa berkelana di Ulitsa Bauman yang merupakan jalan khusus bagi pejalan kaki dengan deretan toko souvenir dan restoran. Jalan ini merupakan jalan utama yang ada di Kazan dan menjadi tujuan utama para wisatawan.
Namun, saya tidak menyusuri tempat belanja Ulitsa Baumman melainkan menuju Ulitsa Pushkin yang ironisnya harus melewati sebuah lapangan yang disebut Plasad Tukay dalam bahasa Russia atau Tukay Meydani dalam bahasa Tatar. Di sini, yang menjadi daya tarik utama adalah patung penyair Tatar paling terkenal yang meninggal pada usia sangat muda, yaitu 27 tahun. Syahdan, tokoh Tukay ini sama beharganya bagi orang Tatar sebagaimana Pushkin bagi orang Russia. Tidak mengherankan kalau Tukay Square dan patungnya diletakkan di jalan yang bernama Ulista Pushkin di ibu kota Tatarstan ini.
Namun, saya juga hanya melewati saja Tukay Square. Saya menyusuri Ulitsa Tatarstan dan sampai di sebuah lapangan luas yang indah di tepian Danau Kaban. Di seberang sana terdapat dengan megahnya gedung Kazanskyy Federalny Universiteit. Namun, di lapangan ini juga terdapat patung-patung yang lucu dengan dua orang gadis yang sedang asyik bergaya. Saya pun tidak ketinggalaan bergaya sambil memakai topi bulu khas Tentara Merah.
Tidak jauh dari tempat ini, sempat juga dilewati sebuah bangunan megah yang bernama “Kamal Theatre”. Ini adalah tempat di mana banyak pertunjukan musik dan juga drama dipertunjukkan dengan artis dari etnis Tatar. Dan semua pertunjukan tadi hanya dibawakan dalam bahasa Tatar. Asyiknya seluruh dialog juga secara bersamaan diterjemahkan dalam bahasa Russia dan Inggris.
Di kejauhan, tidak jauh dari tepian Danau Kaban, sudah terlihat pusat kehidupan Islam di ibu kota Tatarstan ini. Salah satunya adalah Masjid Mardani yang terkenal. Namun, karena hari sudah menjelang sore saya putuskan untuk melihat masjid itu esok hari saja dan kali ini hanya sempat mejeng di depan sebuah masjid yang lebih kecil tetapi tidak kalah indahnya.
Saya kembali berjalan menyusuri kaki lima yang nyaman dan lebar. Sementara, hampir tidak ada pejalan kaki yang ada di sana. Hanya patung-patung, air danau Kaban, bus listrik, dan juga tempat penyewaan sepeda yang menggunakan sistem elektronik. Sesampainya kembali di Tukay Sqaure, barulah saya mampir dan mengagumi keindahan patung sang penyair yang namanya abadi dan menjadi kebanggaan orang Tatar.