Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Prison Island: Pulau Penjara yang Tidak Pernah Jadi Penjara

Diperbarui: 27 Juni 2015   12:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Selesai bermain-main dan nonton life show kura-kura raksasa, jalan-jalan di Pulau Changuu dilanjutkan dengan melihat gedung dan bangunan bersejarah yang ada di pulau yang dikenal juga dengan nama Prison Island ini.


Warna oranye  yang memiliki rona kuning kemerahan ada di mana-mana, semua gedung, dinding, pagar, atap, dan bahkan tepian jalan di pulau ini memang diberi warna yang melambang keceriahan sekaligus misteri itu. Berjalan di jalan setapak yang beralaskan bata kon blok dengan pagar batu bermotifkan relung-relung berwarna oranye seraya diringi hembusan angin semilir Pulau Changuu memang menimbulkan nuansa misteri yang sedikit mencekam. Apalagi ketika Zeus berkata bahwa langka demi langka yang kita hentakkan akan membawa kita kian mendekat ke reruntuhan bangunan penjara yang menjadikan pulau ini hingga saat ini sangat populer dengan nama Prison Island.


“Ini dia pintu khas Zanzibar”, tunjuk Zeus ke sebuah pintu yang tertutup rapat. Pintu seperti ini memang banyak sekali dijumpai di kawasan Zanzibar baik di Stone Town maupun di pulau ini. Pintu Zanzibar mendapat banyak pengaruh baik dai India maupun Arab dan dihiasi dengan “ujung tombak” berwarna keemasan. Sahdan, ujung tombak ini berguna untuk menakuti gajah yang akan masuk, walaupun sekarang di Zanzibar sama sekali tidak ada gajah di alam liar.


Bangunan pertama yang kita lihat adalah “Matthew’s Restaurant”, yang ternyata sedang tutup karena bulan Mei merupakan low season alias tidak terlalu banyak turis di Zanzibar. Bangunan berwarna oranye yang dihiasi pintu Zanzibar setengah terbuka ini dinamai sesuai dengan nama Jendral Lloyd Matthew , tentara Inggris berkebangsaan Wales yang membangun penjara di pulau ini..


Di bagian tengah pulau, kembali ada sebuah restoran yang dinamakan “Prison Restaurant”. Selain di ruang terbuka, restoran ini juga mengambil tempat di ruang-ruang gedung yang pada awalnya direcanakan untuk digunakan sebagai penjara.


Di salah satu ruangan yang digunakan sebagai bar , berjejer rapih berjenis-jenis botol minuman keras, dan di dekatnya seorang bar tender yang sedang asyik bekerja dengan memakai kaus berwarna biru mudah dan sarung berwarna putih. Sebuah lukisan pria bersorban hitam dengan kumis lebat bercabang juga bertengger di dinding yang berwarna kuning kecoklatan.


Selain restoran, di gedung penjara ini ada juga sebuah butik, dan perpustakaan yang hanya boleh dikunjungi oleh tamuyang menginap disini. Ada banyak bekas sell yang sudah direnovasi, dan diantaranya masih dilengkapi dengan rantai besar yang diperuntukan bagi sang pesakitan.


Langlang kami di pulau penjara terus berlanjut ke bagian sisi samping yang tepat berada di tepi laut. Disini, tebingnya cukup terjal dan dulunya digunakan sebagian sebagai toilet. Pemandangan di sini sangat indah dengan laut lepas Samudara Hindia di kejauhan dan pepohonan besar di atas tebing-tebing kecil yang menjorok ke laut. Sementara beberapa perahu kecil dengan nama-nama seperti Jambo, Facebook, Gladiator dan bahan Ladies Free lengkap dengan nomer telpon genggam tukang perahu terlihat stand by di kejauhan.


Namun, sebuah kenyataan yang menarik berhasil saya dapatan dari kunjungan ke reruntuhan penjara di Prison Island ini, yaitu bahwa pulau ini , walupun bernama Prison Island dan memilki gedung penjara yang cukup megah, ternyata tidak pernah digunakan sebagai penjara.


Menurut papan informasi yang bertebaran disini, bangunan ini rencana awalnya memang akan digunakan sebagai hotel prodeo karena penjara yang berada di pulau Unguja kondisinya sudah sangat tidak manusia dimana narapidana harus tinggal berdesakan dalam ruangan yang sempit. Namun ketika penjara baru selesai dibangun di akhir 1894, terjadi wabah penyakit kolera di Mesir dan “bubonic plague” atau sejenis wabah pes yang disebarkan oleh kutu yang menetap di tikus di kawasan Bombay.


Akibatnya, bangunan penjara yang baru selesai digunakan sebagai pusat karantina untuk mencegah mewabahnya kedua penyakit tersebut di kawasan Zanzibar dan Afrika Timur. Demikianlah ke 18 sel yang ukurannya bervariasi mulai 12 x 13 kaki sampai 36 x 13 kaki ini mulai berfunsi sebagai sel karantina sedangkan gedung utamanya berfungsi sebagai rumah sakit.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline