Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Kisah-Kisah Menarik dari Turki (10) Masjid Asimetris yang Pernah Menjadi Hotel

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Sewaktu berada di antara reruntuhan dan halaman Basilika St. Jean yang luas dan megah, terlihat di kejauhan di bawah sana sebuah sebuah masjid yang memiliki dua buah kubah yang cukup besar. Tampak juga sebuah menara yang kelihatan tidak utuh lagi. Di halaman Basilika ini juga terpampang sebuah papan keterangan mengenai Masjid yang namanya Isa Bey Camii ini. Akhirnya setelah puas menikmati pesona Basilika St. Jean, dengan santai kaki melangkah menuruni bukit Ayasoluk di kota Selcuk yang pada jaman Romawi dulu disebut Efesus ini, Tidak sampai lima menit kemudian, saya pun sudah sampai di halaman masjid.

"Isa Bey was a leader , who governed the Ayasuluk (selcuk) which was the capital city of the Aydinogullari principality and the other cities which belong to the principality between 1360-1390." Demikian tertulis pada sebuah patung dada yang merupakan pemandangan pertama yang menyambut saya. Patung seseorang yang tampak berjanggut tebal dan memakai turban khas Turki. Ini adalah "Isa Bey" sang penguasa yang namanya diabadikan menjadi nama masjid ini.

 

Halaman dalam yang penuh dengan nisan Di depan dan sekitar pintu masjid, banyak terdapat kios cendera mata yang menjual pernak-pernik tentang masjid dan juga tempat menarik di Selcuk ini. Rupanya, masjid ini cukup terkenal sebagai tempat wisata walaupun ia juga merupakan masjid yang dapat digunakan lagi sebagai tempat ibadah sejak direstorasi pada 1975. Saya menaiki sebuah tangga dan kemudian masuk ke halaman masjid melalui pintu yang dihiasi dengan ukiran khas Turki yang indah. Di dalamnya terdapat lagi sebuah plakat keterangan mengenai kilasan sejarah masjid yang dibangun pada 1375 ini. Namun saya segera tertarik dengan bagian di sebelah kiri yang merupakan halaman masijd yang luas, sementara bangunan masjid ada di sebelah kanan saya.

 

Di tengah halaman terdapat tempat wudhu yang berbentuk piala dengan keran yang mengelilinginya. Walaupun terletak di antara reruntuhan, tempat ini masih tersisa keindahannya, sehingga bentuknya mirip sebuah air mancur di tengah taman. Namun yang menarik perhatian adalah banyaknya tumpukan di salah satu sudut halaman. Dari tulisannya dapat diperkirakan kemungkinan merupakan batu nisan yang ditulis dalam bahasa turki dengan aksara arab. Aksara turki menggunakan huruf latin sendiri baru diperkenalkan oleh Kemal Attaturk setelah terbentuknya Republik Turki pada akhir perang Dunia Pertama.

 

Masjid dua Menara Sementara itu, di sudut halaman sebelah utara masjid, masih tampak dengan megah berdiri sebuah menara yang sudah tidak utuh lagi. Menara ini terbuat dari batu bata dan hanya tersisa sampai balkonnya saja. Bagian atasnya sudah runtuh. Bentuk menara ini di dasarnya tidak bulat melainkan berbetuk oktagon atau segi delapan.

 

Berdasarkan plakat yang tertulis di dinding dekat pintu masjid, ternyata ini adalah salah satu menara masjid yang masih tersisa. Pada saat didirikan masjid ini meimiliki dua menara, namun sebuah gempa bumi yang besar pada 1653 dan juga pada 1668, satu menaranya runtuh dan menara yang tersisa ini runtuh bagian atasnya saja. Dalam sejarahnya yang unik, masjid yang berusia hampir 700 tahun inipun pernah berfungsi menjadi sebuah caravanserai, yaitu semacam penginapan di tepi jalan utama pada sekitar abad ke Sembilan belas.

 

Maha Karya Aristektur Model Seljuk Memasuki ruangan dalam masjid, saya terpesona oleh keindahan interiornya. Langit langit nya yang tinggi dan kubahnya yang besar, masih tampak anggun walaupun telah berusia hampir 700 tahun. Hamparan sajadah warna-warni menyambut saya. Lampu-lampu yang tergantung di langit-langit ikut menerangi interior yang tampak hening dan sejuk. Jendela-jendelanya yang besar dan tidak simetris ikut menghiasi interior. Suasana khusuk tanpa sangat terasa, terutama , karena kesunyiannya. Tiada seorang pun ada di ruangan masjid yang luas ini. Tidak ada turis, tidak ada jemaah?. Yang menyapa saya hanyalah kolom kolom nya yang besar dan dingin. Sebuah mihrab yang menghadap ke timur dan terbuat dari marmer juga tampak bisu. Di sebelah kanannya sebuah mimbar berwana coklat dari kayu juga berdiri bisu mendamping mihrab marmer berwarna putih tadi Masjid ini, konon dibangun oleh arsitek dari Syria, merupakan sebuah contoh mahakarya agung dari arsitektur gaya Seljuk. Keunikannya terletak pada "gaya" asimetris yang sedikit menentang arus utama gaya tradisional masjid pada waktu itu. Lokasi jendela, pintu, dan kubah dirancang tidak simeteris dengan sengaja. Pintu-pintunya memiliki hiasan yang berbentuk mahkota khas model Seljuk. Kubahnya dihiasi oleh keramik berwarna "turquoise" yang merupakan warna khas bak lwarna air Laut Marmara yang mempesona.

 

Selain itu, keduabelas kolom besar yang ada di halaman, member sedikit nuansa sebuah basilika dan kuil romawi . Arkian, batu -batu marmer yang ada di mesjid ini di ambil dari reruntuhan Kuil Artemis yang ada tidak jauh dari lokasi masjid ini. Kuil Artemis sendiri merupakan salah satu dari "Tujuh Keajaiban Dunia Jaman Kuno" . Sambil berjalan perlahan menuju Kuil Artemis, saya termenung akan sejarah masjid tua yang bahannya diambil dari kuil jaman Romawi. Bahkan juga termenung, karena dalam sejarah, masjid inipun pernah menjadi penginapan. Pendek kata perjalanan ke Turki juga merupakan deretan renungan tanpa akhir.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline