Enam tahun yang lalu saya mendapat amanah menjadi ketua Yayasan Pendidikan Nahdhatul 'Ulama (YPNU) Banjarmasin, setelah tidak lagi menjabat sebagai ketua DPRD setempat. Usaha yang dibangun belum ada yang berhasil. Dua anak saya sudah mulai kuliah, di luar daerah lagi, bahkan si bungsu kuliah di luar negeri. Ceritanya memang dapat beasiswa, tetapi cuma spp dan pondokan. Biaya lain-lain tetap tanggung jawab orang tua.
Terbayang 'kan bagaimana mantan pejabat tanpa pensiunan harus mengongkosi anak-anak yang kuliah di luar daerah dan luar negeri, sementara pekerjaan tetap dan usaha yang berhasil belum dimiliki. Dalam kondisi seperti itulah saya mendapat permintaan untuk membantu sebuah yayasan pendidikan yang dari awal sudah menyampaikan informasi "tidak ada honornya".
Wah! Masa mantan ketua dewan susah? Bukankah sudah banyak tabungan selama menjabat? Memangnya gak berkah ya rezekinya?
Bisa jadi memang saya yang salah. Sejak awal saya sudah bertekad untuk ikhlas menjadikan jabatan sebagai wakil rakyat adalah pengabdian untuk berbuat baik kepada rakyat yang memberikan kepercayaan, bukan sebagai pekerjaan untuk mencari kehidupan.
Saya mulai terpilih pada Pemilu 1997, kemudian terpilih lagi pada Pemilu 1999 dan terpilih lagi pada Pemilu 2004. Hasil Pemilu 2004 itu menempatkan partai saya menjadi pemenang pemilu di Banjarmasin dan saya sebagai ketuanya terpilih menjadi ketua dewan (Ketua DPRD Kota Banjarmasin Periode 2004-2009).
Rupanya Allah mengabulkan niat saya. Meskipun sudah menjadi ketua dewan tidak membuat saya menjadi kaya. Jabatan ketua dewan tidak membuat saya menjadi orang yang lepas dari kesulitan setelah tidak lagi menjabat. Aneh tapi nyata.
Kok, bisa? Cerita berikut semoga bisa menggambarkan mengapa sebagai ketua dewan saya tidak menjadi kaya.
Suatu hari datang seorang tamu ke rumah, langsung menawarkan diri untuk mengerjakan proyek saya. Saya bingung karena tidak punya proyek apa-apa. Tidak ada sesuatu yang sedang saya bangun saat itu.
"Ah, Bapak ..." katanya, "gak usah pura-pura, lah. Masa Bapak sebagai ketua dewan gak punya proyek?"
"Oh, itu ..." baru saya mengerti yang dia maksud.
"Tetapi saya benar-benar tidak punya. Saya tidak pandai bermain hal yang begitu."