Sumber daya yang melimpah menjadi daya tarik Laut Cina Selatan (LCS). Teritori ini menjadi perebutan dan campur tangan negara-negara Superpower dunia seperti China, Rusia dan bahkan Amerika Serikat.
Laut Cina Selatan terletak di bagian tepi Samudera Pasifik yang terbentang luas dari Selat Karimata dan Selat Malaka hingga ke Selat Taiwan dengan luas kurang lebih 3,5 juta kilometer persegi.
Seperti diketahui daerah ini (LCS) memiliki kekayaan alam biota laut, cadangan minyak dan cadangan gas alam yang melimpah. Laut ini diapit oleh China, Malaysia, Indonesia, Brunei, Filipina, Vietnam dan Taiwan menyebabkan ancaman konflik demikian rentan.
Apa Saja Potensi Laut Cina Selatan?
Menurut CRF di Laut Cina Selatan terdapat 900 triliun kaki kubik gas alam. Sedangkan kandungan minyak bumi sekitar 7,7 miliar barel. Sumber pemerintah Filipina menyebutkan ada seperti keanekaragaman laut ada di Laut Cina Selatan dan menyumbang 10 persen tangkapan ikan di planet bumi.
Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di Asia dan berkepentingan dalam isu Laut Cina Selatan harus campur tangan untuk mendamaikan kawasan ini. Inilah yang diupayakan oleh Menkopolhukam RI, Hadi Tjahjanto dalam diskusi bersama Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) pada Selasa, (19/3/2024).
Ia menekankan Indonesia tidak ingin kawasan Laut Cina Selatan menjadi ajang proyeksi kekuatan Major Power terlebih menjadi episentrum konflik. Menurutnya, Indonesia harus menjadi pioner menjadikan kawasan LCS sebagai Sea of Peace atau Laut Kedamaian.
Pemerintah Indonesia ungkapnya mendorong program major project sebagai usaha penguatan keamanan Laut Natuna melalui kecukupan alutsista dan upgrading sarana dan prasarana satuan terintegrasi TNI.
Upaya ini bertalian dalam upaya memperkuat penjagaan perbatasan dan menciptakan perdamaian melalui jalan diplomasi. Indonesia harus andil dalam pergerakan progresif sebagai negara yang menenteramkan kawasan.
Sebagai contoh ASEAN dan China yang bekerjasama dalam diplomasi perundingan pedoman tata perilaku (code of conduct/CoC) di Laut Cina Selatan selama 3 tahun yang dilakukan pada tahun 2023. Ini langkah inisiasi Indonesia untuk sengketa LCS.