Suasana Lebaran yang kita rayakan melekat dengan tradisi bermaaf-maafan. Segala silaf baik sengaja ataupun tidak sengaja semestinya menjadi lebur dalam kemaafan itu sendiri.
Minal Aidin Wal Faidzin merupakan kalimat selamat di hari yang fitri. Maknanya semoga kita termasuk orang yang kembali dan berhasil.
Kembali apa? Berhasil yang bagaimana? Sahabat Kompasiana pasti maklum akan hal ini. Kita kembali fitrah alias suci. Banyak orang yang mengungkap kita suci seperti bayi yang baru dilahirkan.
Berhasil menjadi manusia baru yang lebih baik lagi. Manusia yang bersahabat dengan amalan dan kebaikan yang menenteramkan. Semoga keberhasilan itu terus berlanjut di hari-hari yang lain.
Ucapan yang baik pula adalah Taqabbalallaahi minnaa wa minkum yang memiliki arti Semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadan) kami dan kalian semua.
Lantas bagaimana bila hati masih belum bisa memaafkan ketika Lebaran telah tiba? Ingatlah bahwa tidak ada gading yang tidak retak. Betapa kuat gading itu, namun tidak ada mulusnya juga.
Jadilah manusia yang mudah memaafkan kesalahan orang lain walau itu tidak mudah. Berkacalah bisa orang yang berbuat salah itu adalah kita sendiri. Apa perasaan kita jika ada orang yang tidak mau memang kita.
Suasana Lebaran sudah sepatutnya diisi dengan kegiatan saling memaafkan bukan saling nyinyir dan menimbulkan dosa-dosa baru. Orang yang meminta maaf dan orang yang memaafkan adalah pribadi yang mulia.
Sifat mulia itu sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad yang tidak pernah menaruh dendam pada orang lain. Jika Anda berbuat salah lekaslah minta maaf dan saling memaafkan sebelum tidak berguna lagi dinar dan dirham seperti termaktub dalam hadist-Nya.
Dari banyaknya rujukan, meminta maaf dan memaafkan adalah hal yang baik. Ingatlah untuk tidak saling menyakiti sesama baik mental dan psikis. Ingatlah bahwa Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun, cukuplah Allah sebagai saksi hidup kita.
Salam Kompasiana!