Oleh : Taufik Derajat
Pendidikan menjadi salah satu sektor prioritas Pemprov Banten. Dengan program-program tertentu yang dicanangkan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Banten. Akan tetapi, yang masih menjadi perhatian hingga kini adalah kesadaran masyarakat Banten akan pendidikan. Mungkin salah satu faktor masih minimnya kesadaran akan pendidikan yakni perekonomian keluarga.
Tahun 2018 lalu, Pemprov Banten mengeluarkan Pergub No. 31 Tahun 2018 tentang Pendidikan Gratis, yakni program untuk membebaskan beban orangtua/wali melalui sharing dana BOS yang bersumber dari APBD dengan program Pendidikan Menengah Universal yang dananya bersumber dari APBN. Dengan adanya program ini, membawa angin segar bagi masyarakat. Tentunya hal ini bisa menjadi perwujudan pemerataan semua aspek pendidikan di Banten, terutama untuk membantu perekonomian warga yang tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Perlu diketahui, dalam Pergub No. 31 Tahun 2018 pasal 10 tentang peruntukan dana Pendidikan Gratis ada 14 item pengalokasian dana Bosda, meliputi kegiatan PPDB, kegiatan akademik siswa, kegiatan non akademik sekolah, gaji guru serta staf honorer, dan perlombaan sekolah.
Tahun 2019, Pemprov Banten juga sudah menganggarkan untuk pendidikan gratis sebesar Rp. 1.13 Triliun untuk Bosda, dan Rp. 970,47 miliar adalah untuk program sekolah gratis (tingkat SLTA sesuai tanggung jawab Provinsi).
Namun pasca dua tahun ditetapkannya Pergub Banten No. 31 Tahun 2018 mengenai pendidikan gratis di tingkat SMA, SMK, SKhN, nampaknya peraturan ini masih belum optimal pengalokasiannya dan yang merasakan dampak dari program ini, sehingga hasil yang dibayangkankan sebelumnya pun masih jauh dari harapan masyarakat.
Seperti Alokasi dana Bosda Banten 2020 sekarang yang berbeda dari tahun sebelumnya. Dindikbud Banten mengkonfirmasi jika penghitungan dananya berdasarkan jumlah guru, untuk honorium tenaga pendidik. Padahal dalam Pasal 14 huruf (e) Pergub No.31 tahun 2018 tertera bahwa penganggaran dana Bosda dihitung berdasar jumlah siswa di tiap sekolah.
Terkait perihal tersebut, ini cukup menjadi keliru dimasyarakat. Saat Rapat dengar pendapat (RDP) juga, Wakil Komisi V DPRD Banten juga mempersoalkan alokasi Bosda 2020. Dalam pembahasannya pun, hitungan Bosda setiap sekolah berdasarkan jumlah siswa. Skema anggarannya juga tidak mengalami perubahan sampai pengesahan APBD 2020 oleh DPRD Banten. Namun dalam pelaksanaan Bosda itu perhitungannya justru berdasarkan jumlah tenaga pendidik dan pendidik Non ASN, dan tidak sesuai dengan hasil pembahasan penganggaran dana tahun 2020.
Hal ini terjadi mungkin karena pandemi Covid 19 yang melanda Banten, sehingga skema penganggarannya ada perubahan untuk penanganan covid. Tetapi ubahan skema ini terasa tidak ada landasan hukumnya dan terkesan liar karena tidak sesuai dengan Pergub No. 31 Tahun 2018. Pemprov Banten seharusnya tetap berkomitmen juga dengan pendidikan.
Jika ditinjau kembali, dana alokasi pendidikan masih bisa sesuai peruntukannya seperti tahun-tahun yang lalu, bahkan mungkin bisa lebih efisien dan fleksibel. Sebab di masa Pandemi, kebutuhan setiap siswa mungkin hanya seperti smartphone dan kuota internet untuk menunjang pembelajaran dan komunikasi dari rumah secara daring, karena kegiatan-kegiatan disekolah pun dialihkan secara online, sehingga pemanfaatan dana pun bisa menyesuaikan kebutuhan tersebut.
Di sisi lain, Sekolah pun sering kali merasa kesulitan dalam biaya operasional. Karena nyatanya, dana yang diberikan pemerintah masih belum cukup untuk menunjang seperti kegiatan non akademik sekolah, yakni ekstrakurikuler, study tour, dll. Khawatir jika hanya bergantung pada dana Bosda, program-program yang dijalankan sekolah pun tidak berjalan semestinya. Sebab, sekolah juga dilarang untuk meminta dan melibatkan dana dari masyarakat karena takut dianggap sebagai pungli.