Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Kurang Memanfaatkan Perdagangan Bebas ASEAN

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Hubungan luar negeri sangatlah penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Salah satunya dengan melakukan perdagangan internasional. Dalam perdagangan internasional, salah satu hal yang lazim menjadi tindakan dalam melakukan hubungan luar negeri adalah dengan melakukan perjanjian internasional. Perjanjian tersebut dapat dilaksanakan dengan negara atau subjek hukum internasional manapun yang bersifat bilateral, regional maupun internasional. Perdagangan Internasional, secara umum berkembang ke arah perdagangan yang lebih bebas dan terbuka. Negara-negara cenderung mengadakan kerja sama dalam bentuk penurunan atau penghapusan hambatan-hambatan perdagangan, tarif dan non tarif untuk menciptakan suatu mekanisme perdagangan yang lebih kondusif, agresif dan progresif. Negara-negara semakin memahami arti pasar bebas  termasuk manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari mekanisme perdagangan.

Beberapa waktu lalu Pemerintah mengkaji ulang delapan perjanjian atau kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA), yakni dengan Australia, Korea, Chili, EFTA, India, Uni Eropa, Turki, Iran, sertaGenerral Reviewof CEPA. Hal tersebut dilakukan pemerintah karena Indonesia merasameraup keuntungan yang masih minim dari perjanjian kesepakatan perdagangan bebas tersebut. Hal tersebut dituturkan oleh Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi usai rapat di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Selasa (17/3/2015) malam (kompas.com)

Dalam rapat yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel disimpulkan bahwa saat ini Indonesia bukan dianggap sebagai tempat yang menarik untuk investasi dalam skala besar.Indonesia dinilai kurang proaktif dalam membuka pasar ekspor melalui perundingan-perundingan FTA, bahkan yang sifatnya bilateral dalam satu kawasan. Padahal, para pemodal besar tidak hanya melihat Indonesia sebagai pasar 250 juta.Mereka juga berharap produk-produk mereka bisa diproduksi di Indonesia secara massif dan diekspor ke beberapa negara lain. Masalah transposisi disinyalir menjadi kendala dalam pemanfaatan FTA.Disinyalir kalau ada beberapa FTA yang tidak perlu dilanjutkan karena belum memberikan manfaat bagi Indonesia. Namun, jika hal itu dilakukan maka Indonesia akan kehilangan pasar dan peluang investasi jika tidak mau terlibat dalam perdagangan bebas.

Adapun keuntungan yang bisa didapat Indonesia dari sisi perdagangan jika menjalin FTA. Misalnya ekspor tuna, di mana Indonesia menjadi produsen tuna terbesar di ASEAN bisa tidak dikenai bea masuk di negara tujuan ekspor. Tapi saat ini ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa dikenai tarif masuk 22,5 persen. Sedangkan tuna dari Malaysia, Filipina dan Vietnam dikenai tarif nol persen. Hal itu terjadi karena Malaysia, Filipina, dan Vietnam sudah melakukan FTA dengan Uni Eropa sedangkan Indonesia ketinggalan dalam hal ini. Begitu pula dengan Jepang. Mereka adalah pemakan tuna terbesar di dunia. Indonesia harus membayar 7,5 persen di sana, sedangkan negara ASEAN membayar nol persen karena mereka sudah lebih dulu (FTA).

Hal-hal tersebut sebagai bukti riil bahwa Indonesia kurang memanfaatkan FTA. Jika seandainya Indonesia sudah melakukan FTA dengan Uni Eropa dan Jepang maka Indonesia tidak akan dikenakan tariff atau bahkan nol persen seperti halnya Malaysia, Vietnam dan Filipina. Atas dasar keuntungan perdagangan dan peluang investasi tersebut, pemerintah akhirnya memutuskan untuk melanjutkan semua FTA yang sedang berjalan dan yang tengah dalam proses perundingan, termasuk Masyarakat Ekonomi ASEAN.Pemerintah perlumemperluas jalinan kerjasama terkait Free Trade Area (FTA) atau kawasan perdagangan bebas. Pasalnya, selama ini masih banyak kawasan yang belum menjalin kerjasama dengan Indonesia seperti dengan Uni Eropa dan Jepang. Jika hal itu tidak dilakukan maka Indonesia akan kehilangan pasar dan investasi yang mau masuk ke Indonesia.

Perdagangan bebas akan membuka pasar seluas-luasnya. Kesempatan bagi pengusaha di Indonesia untuk melahirkan produk-produk berkualitas dan dibutuhkan oleh pasar dunia karena semakin terbukanya pasar untuk produk-produk ekspor, dengan catatan produk ekspor Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. Jika inisiatif dan kreatifitas masyarakat dikembangkan, akan terjadi persaingan antarprodusen untuk menghasilkan barang yang bermutu, efisiensi, dan efektifitas tinggi karena tindakannya selalu didasarkan pada prinsip ekonomi.

Selain itu perdagangan bebas juga dapat meningkatkan pendapatan suatu Negara, karena jika dalam pasar domestik terjadi kelebihan barang, maka dapat dijual pada negara yang membutuhkannya. Semakin tinggi daya jual, maka semakin besar pula pendapatan yang diterima suatu negara, sehingga masyarakat hidup sejahtera.

Oleh sebab itu, pemerintah harus cepat tanggap dalam menyelesaikan FTA saat ini dan melihat negara-negara lain yang akan dibuka kerja samanya. Terkait dengan FTA yang belum menguntungkan maka kerjasama tersebut tidak boleh dihentikan. Tapi perlu direvisi supaya dalam prosesnya dapat membuat keuntungan bagi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline