Mengapa prestasi swasembada beras pada 1984 yang diakui Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sulit diulang? Justru menurut Sekretaris Badan Pangan Nasional Sarwo Edhy memaparkan data terbaru yang menunjukkan produksi beras Indonesia terus menurun. Ia memaparkan produksi beras Januari-Agustus 2024 diperkirakan hanya 21,39 juta ton, angka ini lebih rendah 2,24 juta ton dibandingkan periode sama tahun sebelumnya (Yanwardhana, 2024). Intinya, dinamika yang terjadi adalah produksi turun sedangkan konsumsi terus naik.
Di sisi lain, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) beras memiliki peran signifikan terhadap garis kemiskinan bahkan melonjak cukup signifikan secara tahunan. Pada Maret 2023, kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di perkotaan dan perdesaan masing-masing sebesar 19,35 persen dan 23,73 persen. Selama Maret 2023-Maret 2024, beras berkontribusi besar terhadap garis kemiskinan lantaran harganya melambung tinggi. Lalu mengapa lonjakan garis kemiskinan pada Maret 2024 itu tidak menambah tingkat kemiskinan? Jawabannya karena impor, stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), dan program bantuan sosial (bansos) (Widi, 2024). Pertanyaan yang fundamental adalah, apakah ini solusi jangka panjang yang mengamankan Indonesia dari krisis pangan hingga kemiskinan?
Jika kita masih memegang erat visi Indonesia Emas 2045 tentu jawabannya tidak. Persoalan beras adalah persoalan bagaimana mengelola masyarakat desa dimana petani mayoritas tinggal. Dengan kata lain, fenomena yang dijabarkan di atas berakar dari petani desa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional. Tidak produktifnya petani merupakan lingkaran masalah. Mulai dari pupuk langka, mahal, lahan tani makin sempit, yang mengakibatkan produksi turun. Akhirnya pemerintah memilih jalan impor, berdampak pada harga beras tidak baik. Muaranya petani tidak bersemangat dalam produksi, mereka memilih jalan penghasilan lain, dan ini juga berdampak pada masa depan regenerasi petani.
Fluktuasi harga beras merupakan tanda bahwa petani masih menjadi komponen sistem terlemah dalam struktur ekonomi. Dalam teori dependency situasi ini terjadi karena barang primer kalah saing dengan barang manufaktur (Harvey et al., 2010).
Untuk mengubah situasi dan struktur sistem yang merugikan petani ini bisa menggunakan pendekatan koperasi. Dengan ciri masyarakat yang memiliki gotong-royong tinggi, kekeluargaan yang erat, dan kemandirian ekonomi, koperasi merupakan sistem yang tepat untuk mendekati dan melakukan intervensi.
Peran koperasi telah terbukti dalam sejarah, swasembada beras 1984 tidak bisa dilepaskan dari peran koperasi. Koperasi telah andil dalam Program Swasembada Pangan yang dimulai sejak tahun 1974 dengan berdirinya Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang kemudian berubah nama menjadi Koperasi Unit Desa (KUD). Selama 30 tahun lebih peran koperasi sangat dominan, tidak hanya dalam pengadaan gabah/beras untuk mendukung stok beras nasional, tapi juga dalam penyediaan sarana produksi padi (saprodi), pengolahan hasil dan hingga pemasaran. Lalu bagaimana peran koperasi sekarang?
Peran Koperasi
Peran koperasi sekarang tidak sekuat dulu, fenomena ini ada dua faktor utama. Pertama, faktor ekonomi politik, dimana koperasi cenderung tidak diperhatikan oleh pemerintah. Contohnya mulai dari kontroversi UU No 17 tahun 2012 yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi yang hingga kini belum jelas bagaimana kebaharuannya, hingga perlakuan berbeda dibandingkan BUMN hingga bank. Jika mereka mendapat kesusahan, pemerintah tidak ragu memberikan intensif, sebaliknya dengan koperasi.
Kedua, faktor dari dalam koperasi sendiri yang lebih banyak mengambil sektor jasa dibandingkan sektor riil. Sejak dipimpin Teten Masduki, Kementerian Koperasi dan UKM melakukan reorientasi pengembangan koperasi ke arah sektor riil. Strategi itu tepat sebab koperasi di Indonesia telah lama meninggalkan hal tersebut. Alhasil kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) rendah, hanya di kisaran 5 persen (Putra, 2022). Dengan fokus ke sektor riil seperti pertanian, perikanan, dan industri kecil, membantu meningkatkan pendapatan anggotanya dengan memberikan akses langsung ke pasar dan input produksi. Di sisi lain, sektor riil juga akan meningkatkan lapangan kerja, terutama di pedesaan dan daerah terpencil. Dengan kata lain koperasi tidak hanya berorientasi ke dalam, yakni pada kekuatan anggota. Koperasi perlu melebarkan sayap, memperkuat ekosistem inovasi dengan kolaborasi.
Karena koperasi ibarat dua sisi mata uang, di satu sisi sebagai kumpulan orang dan di sisi lain sebagai perusahaan. Peran yang perlu ditingkatkan adalah meningkatkan koperasi sebagai perusahaan yang bisa mendorong, memperkuat, dan menjadi mitra terutama bagi desa.
Koperasi Basis Pangan