Bayangkan sebuah desa kecil di ujung barat Indonesia, tempat di mana matahari terbenam menghiasi langit dengan warna-warna hangat, dan suara ombak menjadi melodi alami yang menenangkan.
Pulau Biawak, di antara deburan ombak dan hamparan pasir putih, terdapat sebuah desa kecil yang bernama Pulau Biawak. Desa ini terletak di ujung barat Indonesia, tempat di mana matahari terbenam menyapa laut dengan lembut. Namun, di balik keindahan alamnya, masyarakat pesisir Pulau Biawak menghadapi tantangan ekonomi yang sulit.
Kisah Masyarakat Pesisir
Masyarakat Pulau Biawak mayoritas hidup dari penjualan ikan segar. Namun, harga ikan yang fluktuatif dan persaingan yang ketat membuat perekonomian mereka terkendala. Bagi pemuda dan pemudi di sini, menikah adalah impian, tetapi biaya pernikahan yang tinggi dan mahalnya harga emas menjadi hambatan besar.
Memutuskan Paket Nikah Siri di Pulau Biawak dalam Musyawarah Desa
Di bawah rindangnya pohon beringin, para tetua desa dan pemuda-pemudi Pulau Biawak berkumpul. Suasana musyawarah desa terasa hangat, meskipun angin laut yang lembut membawa kabar perubahan. Mereka duduk melingkar di balai desa, wajah-wajah serius dan penuh harap.
Pak Kades, seorang pria bijaksana dengan janggut putih, dalam musyawah memimpin diskusi. "Kita semua tahu, ekonomi kita terkendala," katanya dengan suara berat. "Penjualan ikan segar tak lagi cukup untuk menghidupi keluarga kita."
Para pemuda dan pemudi mengangguk setuju. Mereka tahu, menikah adalah impian, tetapi harga emas yang melambung tinggi membuatnya sulit terwujud.
Bu Siti, seorang ibu muda dengan mata lelah, berkata, "Bagaimana kita bisa menikah jika tak mampu membayar mahar yang semakin tinggi?"
Pak Kades mengangguk. "Kita harus mencari solusi bersama. Bagaimana jika kita mengembangkan sektor nikah siri?"
Diskusi pun berlangsung. Suara-suara bergumul mencari jalan keluar.
Ibu Fatimah, seorang nenek bijak, berkata, "bagi sebagian berpendapat Nikah siri adalah jalan yang sah menurut agama. Mengapa tak kita manfaatkan?"