Lihat ke Halaman Asli

Taufik Ikhsan

Ras Manusia

Mengapa Nasinya Tidak Dihabiskan?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Judul ini tiba-tiba mencuat dari benak saya sewaktu selesai makan di warung masakan padang di dekat kontrakan. Sengaja tidak dibungkus karena ingin makan disana supaya bisa numpang nonton siaran televisi, lumayan hiburan. :)

Pada malam itu, tidak hanya saya beserta kedua teman yang makan, ada juga empat remaja (dua lelaki dan dua perempuan) sama sedang menikmati makan malam di warung padang itu. Setelah saya selesai makan, saya masih melihat keempat remaja tadi sedang asik mengobrol ditengah-tengah makan malamnya.

Tidak lama kemudian, mereka berempat meninggalkan meja, membayar uang makan di kasir, lalu pergi begitu saja meninggalkan warung. Saya melihat meja yang mereka tinggalkan, diempat piring tersebut masih tersisa nasi yang lumayan banyak, bahkan di salah satu piring tersebut masih tersisa setengah porsi lebih nasi.

Entah apa yang akan terjadi dengan sisa nasi yang masih banyak tersebut, semuanya tergantung dari kebijakan sang pemiliki warung. Membuangnya ke tempat sampah, atau mau repot-repot mengolahnya menjadi kerak nasih. Tapi itu tidaklah mungkin, karena nasi yang ada adalah sisa makan orang lain, yang kita pun tidak tau sudah ada apa saja dalam sisa nasi tersebut.

Duh, sayang ya nasib-nasib nasi tersebut. Andaikan mereka yang makan tau betapa susahnya para petani mengolah bibit padi hingga menjadi beras. Dipeliharan pagi hingga sore, terus menerus tiap hari, tanpa kenal hari libur. Berpanas-panas menunggu sawah agar tak diganggu hama. Dan kalaupun beruntung bisa panen tiga kali dalam setahun, atau malah bisa tidak sekalipun panen dalam setahun.

Para petani itu iuran keringat dan doa mengurus sawah-sawah yang banyaknya bukan milik pribadi, tapi hanya mengurus sawah orang lain. Bayangkan dalam empat bulan terbakar matahari dan disiram hujan, mereka baru bisa menikmati panen demi menyambung hidup. Eh, ini malah ada orang yang tanpa rasa bersalah tega meninggalkan nasi-nasi yang sudah dibesarkan para petani untuk kemaslahatan hidupnya. Sungguh tidak tau rasa hormat.

"Tapi kenyang, kan enggak baik kalau kekenyangan?" itu alasan yang suka mereka gunakan. Ya kalau sudah tau tidak habis, bilang saja ke mba/mas yang jaga warung untuk mengurangi porsi nasinya. Gitu aja kok repot. Hargai nasi yang ada dipiringmu. Bukan masalah bayar atau tidak, tapi sesuatu yang mubadzir sangatlah tidak baik. Apalagi untuk hal-hal yang dengan susah payah disediakan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline