Lihat ke Halaman Asli

Prinsip Manusia Indonesia yang Tidak Berprinsip

Diperbarui: 15 Agustus 2015   09:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi"][/caption]

Oleh: Taufik Rahman

 

Edward Douwes Dekker dalam bukunya mengungkapkan dengan gamblang bahwa ketidakadilan untuk kaum bumiputra, penindasan, kekerasan, bahkan hingga perampokan itu tidak semata-mata dikarenakan oleh pengaruh gubermen Hindia Belanda, tetapi karena ketamakan, kerakusan dan miskinnya bupati suatu wilayahlah yang menjadi faktor utama dari semua itu (Lihat Max Havelaar: Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda). Bahwa gaji yang tidak sesuai dengan gaya hidup merekalah yang menjadikan mereka cenderung berbuat seperti itu kepada rakyatnya sendiri. Oleh residen dan asisten residen suatu wilayah, apa yang bupat itu lakukan sering kali diamini dengan ikut melakukan hal yang sama kepada pribumi.

Selanjutnya, Bung Karno juga pernah mengungkapkan bahawa perjuangan kita sebagai bangsa merdeka jauh lebih sulit lagi, karena melawan bangsa sendiri. Kata melawan yang diungkapkan oleh Bung Karno menyiratkan sebuah pertentangan antara kebaikan dan keburukan, dan hal itu ada pada diri bangsa Indonesia modern.

Dalam tulisan berbeda Mochtar Lubis memandang manusia Indonesia masa kini adalah manusia munafik, oleh karena di satu pihak mendengung-dengungkan persamaan dan demokrasi, akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari memupuk perbedaan status dan membentuk sekat-sekat sosial yang sulit diterobos orang luar. (Lihat Manusia Indonesia) begitu juga menurut Syafii Ma’arif bahwa struktur sosial bangsa kita masih bersifat menindas.

Rasanya, memerhatikan setiap pendapat yang dilontarkan oleh tokoh-tokoh diatas membuat perasaan kita sebagai bangsa Indonesia menjadi sangat tersinggung, marah, dan tidak terima dikatakan begitu. Kita menurut pengalaman kita terhadap apa yang dirumuskan oleh founding father bahwa manusia Indonesia adalah bangsa beradab, bangsa yang menghargai setiap orang, bangsa berketuhanan, bangsa berkeadilan, bangsa yang cinta persatuan dan bangsa yang jauh dari sifat-sifat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh itu.

Tetapi, pertanyaannya sekarang adalah, tokoh-tokoh diatas bukanlah tokoh yang menghendaki kehancuran bagi bangsa ini. E.D. Dekker lewat tulisannya dalam Max Havelaar telah membuat pemerintah kolonial memberlakukan politik etis di Hinda Belanda kala itu, Soekarno seorang proklamator –bapak bangsa. Tidak ada alasan tokoh-tokoh itu menjadi duri dalam sekam terhadap keberlangsungan mental bangsa Indonesia.

Maka dari itulah –bertepatan dengan momen perayaan 70 tahun kemerdekaan, kita sebagai bagian dari sebuah nasion harus kembali diam merenung sebentar, merefleksikan setiap hal yang kita miliki sebagai bangsa Indonesia. Menghayati bagaimana pribadi kita sebenarnya sebagai satu kesatuan negara. pemahamaan yang benar akan diri sendiri akan membuat kita mengerti siapa kita sebenarnya, siapa kita sebagai bangsa Indonesia.

Pemahaman yang ingin kita capai saat ini dalam kerangka berpikir terbatas saya harus terlepas dari nilai-nilai dogma ataupun postulat. Pemahaman semacam itu hanya akan menjadikan kita pengikut dogma masa lalu. Kita harus berangkat dari pengalaman empiris yang nyata, karena itu mewakili karakter kita sebenarnya.

Refleksi kecil sifat bangsa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline