Lihat ke Halaman Asli

Anggaran Negara dan Kedaulatan Rakyat

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13340797161315382385

Jika kita lakukan pencermatan atas UUD 1945 sebagai konstitusi Negara, akan kita temukan bahwa hakekat anggaran adalah penjunjungtinggian asas kedaulatan rakyat, hal ini merupakan bukti normatif bahwa kedaulatan di tangan rakyat sebagaimana layaknya Indonesia sebagai Negara Demokrasi. Dalam penetapan APBN misalnya, pemerintah baru dapat menjalankan APBN setelah mendapat persetujuan dari DPR dalam bentuk undang-undang. Hal ini juga terjelma dalam kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai representasi suara rakyat yang memiliki kewenangan budgeting. Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 mencerminkan kedaulatan rakyattersebut, yang tergambar dari adanya hak begrooting (hak budget) yang dimiliki oleh DPR, di mana dinyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan pemerintah.

Namun implementasinya dalam pemerintahan tidak selalu demikian. Hal tersebut setidaknya tercermin saat mencermati perdebatan dalam sidang paripurna BBM yang digelar 31/03/2012 dalam penetapan APBN-P 2012 yang begitu alot, ada pola tarik-ulur dan saling-sandera kepentingan yang terindikasi begitu kuat menyandera dewan yang terhormat. Dan jangan salahkan jika setiap orang kemudian menarik kesimpulan atas dinamika yang terbangun di senayan tersebut.

Dalam voting telah disepakati penambahan pasal 7 ayat 6a dalam UU APBN-P 2012 yang memberi kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM dengan syarat harga minyak mentah Indonesia (ICP) mengalami kenaikan rata-rata 15 persen dari asumsi APBN-P 2012 dalam waktu enam bulan ke depan. Tak urung, keputusan sidang paripurna mengecewakan banyak pihak.

Dalam sistem penganggaran yang berlaku, penetapan APBN melalui persetujuan DPR. Dalam hal ini DPR merupakan sarana bagi penyaluran aspirasi masyarakat dan sekaligus juga penyaluran aspirasi dan tujuan dari Partai Politik. Sementara itu birokrat sebagai penyelenggara pemerintahan akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat secara efektif dan efisien sesuai amanat konstitusi.

Asumsi memandang suara rakyat terwakili oleh lembaga representasi yang telah ada. DPR memang mencerminkan representasi masyarakat warga pada tataran politik. Tetapi keberadaan DPR sebagai representasi politik tidak lantas menyisihkan pelibatan berbagai komponen masyarakat warga dan organisasi profesi dalam proses perencanaan.

Sebagai wakil rakyat, DPR seharusnya membangun koalisi yang solid dengan rakyat, bukan terjebak dalam koalisi pragmatis dengan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Suara rakyat sudah sangat lantang, tegas dan jelas bahwa kenaikan harga BBM harus ditolak. Aksi rakyat di depan gedung DPR dan di seluruh penjuru Tanah Air adalah cermin kehendak mayoritas rakyat Indonesia.

Namun dalam perjalanannya, disadari bahwa Demokrasi Perwakilan melalui DPR dalam bidang penganggaran dirasa tidak cukup, melainkan harus dilengkapi dengan model Demokrasi Partisipatoris. Hal ini bisa berarti di mana semua warganegara harus melatih diri untuk menjadi warganegara yang berpartisipasi optimal dalam kehidupan politik dan pemerintahan. Partisipasi juga dimaksudkan untuk menutupi beban ketidakmampuan pemerintah, diarahkan untuk suatu proses efesiensi usaha, atau untuk maksud-maksud lain yang memang ditujukan untuk memperkuat posisi masyarakat.

Pada tataran realitas terlihat proses penyusunan APBN rakyat hanya dilibatkan padaacara formal seremonial belaka. Masyarakat hanya “dilibatkan” pada tingkat penyerapan aspirasi, sementara pada tingkat Pengesahan RAPBN rakyat sama sekali tidak dilibatkan. Ini tentu saja mencederai gagasan partisipatoris itu sendiri, di mana awalnya disepakati bahwa partisipasi masyarakat tidak bisa hanya di akhir, melalinkan sejak awal, begitu pula sebaliknya. Masyarakat harus diberikan kesempatan yang luas sejak rencana penganggaran disusun hingga disahkannya pada rapat pengesahan RAPBN dalam paripurna DPR.

Prioritas merupakan persoalan politik, bukan semata-mata persoalan teknis. Prioritas yang dipilih menunjukkan tingkat kepekaan politik (political sensibility)anggota legislatif. Political sensibility adalah tingkat kepekaan anggota legislatif dalam melihat persoalan yang ada dalam masyarakat dan diwujudkan dalam bentuk kebijakan di bidang anggaran. Menentukan prioritas bukan soal mudah. Hal ini terkait dengan pertimbangan ekonomi, sosial, dan politik, di mana masing-masing unsur tersebut saling tarik-menarik kepentingan untuk memengaruhi kebijakan yang diambil oleh pembentuk peraturan. Keputusan penentuan prioritas harus berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat, meski tetap dibatasi dengan criteria tertentu. Dari perspektif politik, orientasi dasar dari peranan DPR dalam penganggaran saat ini berhadapan dengan isu-isu krusial pemerintahan, di antaranya berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan, serta pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi. Dalam situasi demikian, anggota DPR selalu dituntut untuk mampu mencari upaya perbaikan pemerintahan dari sisi pengelolaan keuangan.

Anggota DPR sebagai wakil rakyat diharapkan mampu merepresentasikan aspirasi dan kepentingan warga ke dalam proses penganggaran. Ethos dan hasil kerja anggota DPR demikian akan meningkatkan kapasitas modal politik yang memang dibutuhkan oleh anggota DPR dan struktur politik pendukungnya. Dalam sistem politik demokrasi terdapat ruang yang jelas antara penguasa dan rakyat dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik. Ruang rakyat harus memiiki kekuatan pressure terhadap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik. Begitupun dengan APBN, harus tersedia ruang bagi masyarakat untuk memengaruhinya agar kebijakan anggaran menjadi berpihak pada kepentingan masyarakat. Anggaran haruslah diprioritaskan untuk kegiatan publik dalam rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat…!

Simpulan

Keuangan negara merupakan urat nadi dalam pembangunan suatu negara dan amat menentukan kelangsungan perekonomian baik sekarang maupun yang akan datang. Manajemen keuangan (anggaran) yang dilaksanakan dengan baik dapat dijadikan indikasi keberhasilan pemerintahan. Sehingga, terciptanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social welfare), kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan pemerataan. Untuk itu, penggunaan sejumlah dana tertentu telah mempunyai maksud dan tujuan yang diperlukan untuk disusun dalam suatu anggaran yang ditentukan besar kecilnya target yang hendak dicapai oleh suatu program yang menjadi pusat perhatian ialah kegunaan mengukur efisieni terhadap kegiatan dan penilaian terhadap hasil akhir.

Demokrasi sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat haruslah mampu memberikan jaminan pertanggungjawaban penyelenggara Negara kepada rakyat. Dalam hal ini penggunaan anggaran oleh pemerintah bukan berarti bebas sebebas-bebasnya namun tetap ada tanggungjawab menjalankan pemerintahan. APBN dirasa kurang tepat dan tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat, maka harus segera dikoreksi. APBN memang harus diaudit dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat, karena rawan adanya kemungkinan kerjasama antara pemerintah dengan wakil rakyat untuk dipolitisasi.[]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline