Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Mendapati "Kinayah" Selasan di Studio Art Arif Sulaiman

Diperbarui: 10 Maret 2022   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Selasan di Studio Art

Kebiasaan yang sama membuat siapapun saja menjadi pasti akan mudah merasa bosan. Dalam hal ini, Selasan semestinya sudah lama merasa bosan apabila kegiatan ini merupakan aktivitas yang dikehendaki atas dasar keinginan diri sendiri. Akan tetapi sampai putaran ke-117 ini yang diadakan di Studio Art atau kediaman Mas Arif Sulaiman, nampak kebiasaan itu belum terasa membosankan.

Selalu ada kebaruan di setiap minggunya yang menjadi kegembiraan tersendiri bagi dulur-dulur yang membersamai acara wirid dan sholawat Munajat Maiyah. Sesuatu yang dicari sebagai salah satu bentuk upaya untuk menghibur hati melalui ungkapan-ungkapan cinta yang terlantun dalam wirid dan sholawat yang dilafadzkan bersama.

Ada sesuatu yang disembunyikan antara aktivitas duduk bersama dan ketika merapalkan wirid. Andaikan saja seluruh aktifvitas Selasan digambarkan dengan kata-kata, maka akan nampak kata-kita kiasan yang diungkapkan untuk menyembunyikan makna aslinya. Banyak majas-majas yang diungkapkan untuk menutupi maksud dari ketulusan dan kesungguhan yang banyak dialami dalam pengalaman masing-masing hidup dari siapapun yang bercerita.

Dalam istilah kesastraan bahasa, keadaan ini mungkin biasa dikatakan sebagai suatu retorika. Atau dalam istilah agama mungkin kita telah mengenal "Kinayah". Baik bahasa retorika atau kinayah itu merupakan suatu permainan yang menghibur dan menjadi salah satu pemantik kegembiraan tersendiri di setiap pertemuannya.

Mungkin saja keadaan itu merupakan penilaian subjektif bagi orang-orang yang sensitif. Hanya saja pada saat melihat dokumentasi acara, akan terlihat jelas perbedaan antara yang tersembunyi dan yang tidak disembunyikan, terutama pada saat melakukan wirid dan sholawat bersama. Gesture ataupun mimik dari wajah dari dulur-dulur Selasan menunjukkan katarsis akan apa yang dirasakan oleh hati (yang sebelumnya banyak tersembunyi).

Lantas, bagaimana mungkin di penghujung doa itu masing-masing dari dulur-dulur mengatakan "Kun Fayakun"? Sudah pasti banyak harapan-harapan yang selama ini banyak tidak terungkapkan. Seolah menjadi suatu hajat yang ingin segera diwujudkan. Menjadi satu bagian dari perintah (amr), yang kehendak diri meski selaras dengan apa yang menjadi kehendak-Nya.

Selasan menjadi suatu perintah dalam putaran ke-116 sebelum pertemuan malam ini. Selasan sudah menjadi kata-kata yang banyak tersembunyi di antara lantangnya tentang hal-hal keduniawian beserta gejolaknya. Selasan menjadi kinayah tersendiri bagi hati dulur-dulur yang datang dan merasakan suasananya. Yang di dalamnya menjadi ruang untuk mengatakan banyak perkataan yang banyak disembunyikan. Meskipun, yang tersembunyi makna aslinya juga merupakan bagian dari kehendak, bahkan salah satu bagian kodrat-Nya.

"Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", maka jadilah ia." (16:40)

Meskipun begitu, Selasan bukan ruang yang tidak pantas untuk diagung-agungkan menjadi bagian dari rumahNya. Sekalipun Selasan menjadi suatu yang telah diperintahkan olehNya selama ini, namun sebaliknya, masih banyak rasa takut dan kegelisahan yang banyak dulur-dulur alami untuk merasa percaya diri, atau mungkin berbangga diri karena telah melakukan apa yang menjadi perintah dariNya. Sungguh apalah daya dan kekuatan kami (Selasan), yang sangat tidak pantas masuk ke dalam kesucian itu.

"Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah)" (2:114)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline