Rumah Sastra Langit Timur menjadi tempat pelaksanaan acara Selasan ke-96 (05/10) yang merupakan kediaman Pak Dadik dan istri. Seorang sastrawan dan juga salah satu pejuang maiyah.
Rambut putihnya tak melunturkan semangat untuk membersamai kegiatan-kegiatan maiyah. Banyaknya ilmu yang telah dienyam tertanda pada buku-buku yang tertata rapi dalam rak di Rumah Sastra Langit Timur, seolah tak membuat Pak Dadik dan juga istri untuk terus mencari ilmu.
Orang yang memiliki banyak pengetahuan biasa disebut sebagai orang 'alim. Meskipun pada umumnya orang alim masih sering dimaknai sebagai orang yang rajin beribadah dan ngaji. Orang yang banyak mengetahui sudah semestinya akan selaras dengan sifat-sifat terpuji yang nampak pada dirinya. Bahkan Tuhan yang memiliki banyak asma, salah satu diantaranya adalah Al-'Alim.
Kebiasaan wirid dan sholawat dalam Selasan yang monoton, mungkin hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk menambah banyak pengetahuan. Tapi, bagaimana jika kita meiihat dari sisi yang lain dari apa yang telah banyak dilakukan oleh dulur-dulur selama putaran ke-96 pada malam hari ini.
Perangkat diri yang mayoritas digunakan untuk menjaring ilmu adalah mata dan pendengaran. Karena setting default diri selalu akan mengambil pelajaran pada apa yang dilihat dan informasi apa yang terdengar.
Banyaknya buku yang ada di Rumah Sastra Langit Timur itu menegaskan bahwa mereka adalah sumber ilmu apabila mau memanfaatkannya. Sebab kata-kata mereka tertulis, indra kita mendukung untuk dapat mengulik banyak informasi dan data.
Akan tetapi, bagaimana jika kata-kata itu tidak tertulis? Dalam Selasan sendiri, kebiasaan wirid dan sholawat yang dilakukan tak lain hanya untuk menghadirkan kembali Tuhan di dalam diri. Atau setidak-tidaknya merupakan upaya untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya.
Mengutip pesan dari Alm. Syaikh Kamba, bahwa pengalaman menangkap kehadiran Tuhan juga tidak hanya meningkatkan kualitas daya intelektual indrawi maupun rasional, tapi juga melahirkan kemampuan intelektual baru yang lebih berdaya guna, yakni kemampuan intuisi. Intuisi yang seringkali digunakan untuk memprediksi sesuatu yang belum terjadi.
Selasan secara tidak langsung melatih intuisi, yakni utamanya kepada kepekaan atas tanda-tanda yang banyak diisyaratkan oleh semesta. Selasan bisa menjadi salah satu jalan komunikasi antara keterbatasan dan keluasan, sehingga cara berpikir dalam membaca kehidupan sudah tidak lagi menggunakan "atau", "dan", "sebab-akibat", tapi banyak rangkaian "sebab-akibat".
Syaikh Kamba juga pernah menuliskan dalam rubrik Tetes "intuisi dan Nurani", bahwa intuisi menjadi hal yang sangat penting karena akan membangkitkan nurani diri. Dan melalui nurani inilah, setiap manusia memiliki daya kontrol sekaligus daya dorong bagi manusia agar tetap berada pada rel kebaikan dan kebajikan.