Sekitar 2 tahun sudah ruang belajar mengajar secara langsung pada umumnya tidak dilaksanakan. Namun, akhir-akhir ini kita pasti sudah melihat seragam-seragam sekolah sudah mulai nampak di pagi hari.
Fenomena ini seperti menjadi keindahan baru setelah sekian lama jalanan di pagi hari terlihat cukup membosankan. Atau anggap saja itu menjadi subjektif diri saya sendiri.
Acara lain yang masih bernuansa ruang pembelajaran juga berangsur mulai giat dilaksanakan, meskipun dengan prokes yang tetap diterapkan.
Tentu saja ini menjadi kabar yang menggembirakan bagi para tholabul 'ilmi yang sudah mendambakan suasana-suasana pembelajaran secara langsung.
Sekalipun semua sependapat bahwa belajar itu penting, tapi hampir semua juga pasti setuju kalau belajar itu membosankan dan menjenuhkan, bukan?
Apalagi harus memakai seragam, terikat dengan waktu, dituntut untuk fokus terhadap hal yang tidak disukai, dan terbatas dengan aturan-aturan tertentu, tentu saja mempengaruhi informasi data terkait pelajaran yang sedang diikuti.
Buktinya, berapa persen pelajaran sekolah yang mampu diingat? Bandingkan dengan pengalaman-pengalaman menyenangkan ketika masih bersekolah. Ingatan mana yang lebih kuat?
Sekarang, kita harus mengetahui bahwa mencari ilmu tak semudah menggayuh air di bak kamar mandi. Andaikata itu mudah, tentu saja dialektika pembelajaran tentang kehidupan menjadi kurang menarik.
Terlebih jika pondasi niat kita tepat dalam belajar, tentu saja hal itu menjadi anugerah tersendiri yang telah diberikan kepada kita. Sebab perjuangan dalam menuntut ilmu tidak akan pernah berbatas.
Bahkan, Umar ra. pernah mengatakan tentang keutaman belajar, "Meninggalnya seribu 'abid (ahli ibadah), yang malamnya mengerjakan shalat dan siangnya berpuasa, adalah lebih mudah, daripada meninggalnya seorang 'alim yang mengetahui yang dihalalkan dan yang diharamkan Allah".