Ibadah puasa di hari pertama bulan yang suci telah tertunaikan. Kebetulan, agenda kegiatan Selasan juga tetap berjalan karena sudah seminggu yang lalu diminta oleh Pak Santo untuk kegiatan wirid dan sholawat dilaksanakan di kediaman beliau. Dengan banyaknya kegiatan dulur-dulur terutama saat malam hari di bulan Ramadhan ini, sempat terbesit kekhawatiran akan potensi kedatangan yang sedikit, terlebih ini masih di hari pertama.
Akan tetapi nyatanya hal itu tidak banyak merubah kehadiran jumlah Selasan pada umumnya. Beruntung kali ini hujan tidak menambah keresahan yang beberapa sempat terutarakan oleh sebagian yang telah hadir. Setidaknya, Selasan malam ini selain mendoakan keluarga Pak Santo dan keluarga Maiyah, juga menjadi ruang kebahagiaan bersama menyambut kehadiran bulan Ramadhan.
Bulan Ramadhan menjadi bulan yang sangat penting karena banyak peristiwa-peristiwa bersejarah dalam Islam terjadi pada bulan ini, sehingga banyak ibadah yang pahalanya dilipatgandakan pada bulan ini. Terlebih adanya perintah untuk berpuasa sebulan penuh, menjadi sebuah perjuangan tersendiri bagi mayoritas ummat muslim.
Padahal, pada hakikatnya kita sudah banyak terlatih oleh budaya puasa atau menahan diri, yang kaitannya tidak hanya sebatas menahan makan dan minum, namun juga menahan segala sesuatu yang sangat mungkin untuk terlampiaskan, akan tetapi lebih memilih untuk mengetahaui batas-batas kewajaran. Apakah ada yang melarang kita untuk memakan 10 porsi makan? Apakah tidak mungkin jika kita mampu dan sanggup untuk menikahi 10 orang? Dan naluri manusia pasti berpuasa terhadap apapun.
Hanya saja dengan kebiasaan lalainya, manusia memang harus sesekali diperingatkan agar tidak terlampaui merusak dirinya, atau bahkan meracuni peradaban dengan budaya-budaya yang banyak menjauhkan diri dari sangkan parannya.
Belum lagi dengan pemikiran menjadikan bulan ini sebagai ladang amal agar lebih banyak mendapatkan hasilnya kelak. Sucikanlah niat sehingga semua tunduk dan sujud itu tidak transaksional semata-mata hanya demi keuntungan diri. Kalaupun ini merupakan ladang amal, apakah sudah dapat dipastikan segala amal itu dilakukan dengan niat yang tulus?
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (2:214)
Ayat tersebut menjadi sebuah peringatan, setidaknya untuk tidak mudah mengira segala amal akan berbalas surga. Kita tidak pernah mengetahui. Bahkan sekalipun kita mampu melakukan segala amal kebaikan, siapa yang memberi kekuatan kepada kita? Siapa subjek utama perubahan yang terjadi pada diri kita? Apakah kita mambu mengubah? Kecuali kita nantinya termasuk dalam rombongan manusia yang, "dikembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya." (95:5)
Wirid dan sholawat yang dilakukan malam itu begitu hikmat. Selama satu jam lebih dulur-dulur bermunajat seperti apa biasanya. Dulur-dulur menyambut tamu kedatangan agung bulan suci ini, layaknya sambutan yang biasa diberikan pada saat Mahallul Qiyam, "Marhabban Yaa Nurul 'Aini (Selamat datang wahai cahaya mataku)". Yang memberi petunjuk atas peglihatan ini, sekalgus pembimbing agar tetap berada di lajur shiratal-mustaqim.
Begitu juga dengan ucapan "Marhabban Yaa Ramadhan" yang selalu terdengar, semoga segala kebaikan dan guyuran rahmat selalu menaungi para pejalan dan para pejuang keimanan dan ketakwaan, untuk selalu mendapat berlipat-lipat kekuatan tambahan agar lebih sabar dan tawakkal mengarungi perjalanan kesementaraan ini.
Setelah pembacaan wirid dan sholawat berakhir, dulur-dulur pun langsung mendapat suguhan hidangan yang telah disiapkan oleh Pak Santo dan keluarga. Sembari saling berbicara mengenai banyak hal hingga tak terasa waktu sahur kian mendekat, dan menjadi alarm untuk segera mengakhiri pertemuan malam itu.