Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Kepastian Manusia adalah Ketidakpastian

Diperbarui: 7 Januari 2021   16:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: @pieu_kamprettu

Di dalam lingkaran perhatian antar sedulur Maiyah yang terikat dengan Maiyah pada malam minggu pertama ini secara kebetulan berbarengan dengan 2 acara lainnya. Selain rutinan MQ, ada acara di Gubug Kebon atau tepatnya di daerah Dawung dan Pondok tempat Gus Aushof di daerah Salam. Tentu saja masing-masing memiliki kemerdekaannya sendiri untuk memilih acara mana yang akan dihadirinya. 

Toh, kalau hanya sambung berkah paseduluran, masih ada acara Selasan ataupun M3 di setiap minggunya yang masing-masing acara memiliki konsep khasnya tersendiri.

Dan pada kesempatan kali ini, para sedulur yang berkesempatan hadir dalam rutinan bisa didefinisikan sebagai salah satu wujud lingkar pengaruh. Yaitu pengaruh atas dasar cinta yang sama sehingga diperjalankan dan diperjumpakan antara satu dan yang lainnya. 

Untuk saling mengenal atau bertukar sapa apabila sudah lama tak berjumpa. Terlebih dalam situasi pandemi yang banyak mengajarkan kita semua untuk lebih menahan diri, terutama atas keinginan-keinginan untuk saling bertemu.

Rutinan yang sudah diperjalankan hingga mencapai putaran ke-119 di Panti Cahaya Ummat ini terlaksana bukan atas keinginan individu-individu tertentu, melainkan tak lebih dari kebutuhan untuk terus mencari ilmu di setiap ruang kebersamaan. 

Bahkan, ruang sinau bareng ini tak mungkin diijinkan terlaksana apabila Sang Maha Bijaksana enggan untuk berbagi pengetahuan-Nya, yang bisa saja dititipkan melalui orang-orang tertentu yang hadir melingkar ruang kebersamaan ini.

Malam hari ini setidaknya kita dipertemukan dengan para pejuang ilmu. Para pejuang yang dirinya membutuhkan kebersamaan untuk dapat saling mengngatkan dan saling memberi nasihat untuk menapaki keindahan. Dan keindahan itu sangat identik dengan cinta yang hadir. 

Hanya saja, ilmu yang dirasa sudah banyak didapat tidak membuat pandangan semakin luas untuk menangkap rahmat yang tersebar, namun justru mempersempitnya. 

Kita tidak sadar telah menciptakan dunia atas dasar prasangka, tak terkecuali tehadap keindahan dan cinta. Prasangka-prasangka yang akhirnya menjadi ide untuk diusung menjadi tema rutinan ke-119, yakni "Sawang Sinawang".

foto: @pieu_kamprettu

"Bukan Fastabiqul Haq, melainkan Fastabiqul Khoirat."

Acara diawali dengan pembacaan Kitab Al-Qur'an oleh Mas Dhian sekitar pukul 21.00, yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa wirid dan sholawat.diiringi oleh beberapa pilot/pemain rebana. Suasana maiyahan atau sinau bareng pun muai terbangun. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline