Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Pintu Imajinasi

Diperbarui: 30 November 2020   16:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

unsplash/jr-korpa

Aku berjalan dalam ketidakpastian sembari bertanya-tanya kepada diriku, "kemana aku tertuju? Atas dasar apa aku rela untuk melangkahkan kaki menuju sesuatu yang tidak dapat aku pastikan?" Aku pun sebenarnya tidak mengetahui persis keberangkatan niat seperti apa yang aku pegang, kecuali satu kepastian dan kepercayaan atas cinta.

Ketika diriku banyak berangan-angan tentangmu, itu hanya sekedar membaca karena tak pernah aku ungkapkan angan-angan itu kepadamu. Jika ada sesuatu yang membuatku terus-menerus menarik perhatian kepadamu, hal itu tak lantas membuatku ingin memilikimu. Jika diriku bersedia menahan segala keberadaanku di depanmu, itu pun tak seketika membuatmu mampu untuk menelanku.

Rahmat seperti apa yang akan aku dapatkan? Atau semua itu merupakan hukuman atas kesalahan yang pernah terjadi? Tapi apakah rahmat terikat pada kebaikan atau kesalahan? Karena jika sesuatu yang baik itu menimpa kepadaku, bisa jadi itu merupakan suatu istidraj. 

Lantas hati ini pun sangat sering bertanya, "lalu, untuk apa aku diciptakan jika segala sesuatunya sangat mudah untuk diputarbalikkan? Untuk apa aku menuju ke suatu tempat, jika pada akhirnya engkau singgahkan aku di tempat yang lain?"

Dan jangan pernah membayangankan bahwa tidak akan ada yang menyengsarakanmu, atau bahkan akan membunuhmu, kecuali tanpa rahmat Allah. Selama ini kita secara tidak sadar banyak mempersempit makna akan rahmat yang datang hanya kepada hal yang baik. 

Padahal baik dan buruk itu pun hanya kesepakatan tentang cara pandang yang terbatas sekalipun disepakati oleh orang-orang terpilih nan cerdas. Karena kita hanyalah keterbatasan.

Namun, dengan keterbatasan itu, kita diberi kesempatan untuk memiliki imajinasi. Percayakah bahwa segala sesuatu yang berbentuk berawal dari sebuah imajinasi? Segala rumah yang terbentuk itu merupakan buah pemikiran para arsitek atau para perencana pembangunan. 

Sedangkan dunia tempat tinggal kita sekarang ini merupakan sebuah bentuk yang pada akhirnya keadaan wujud dunia sekarang merupakan cerminan dari para penghuninya.

Sebelum kita menentukan gerakan awal sebelum menuju kemanapun, imajinasi kita telah memberikan mapping tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan dilalui. Dan dari imajinasi itu, secara intuisi dan naluri kita akan memberikan penilaian terhadap gambaran tersebut yang pada akhirnya kita sebut sebagai prasangka. Jangankan dunia, "Tuhan pun sesuai dengan prasangka para hamba-Nya terhadap-Nya."

Pada umumya orang banyak mengira bahwa menanam kebaikan merupakan diwujudkan melalui sebuah laku nyata. Akan tetapi, sebenarnya konsep menanam itu semestinya berawal dari imajinasi yang kita bentuk ke dalam prasangka yang baik. 

Inilah yang pada akhirnya juga menjadi awal dari terbentuknya niat. "Segala sesuatu akan sampai pada tujuannya sesuai dengan niat." Sepertinya hadits tersebut sudah menjadi sebuah rumusan fakta, bahwa dari imajinasi pada akhirnya bisa menjadi pintu awal menuju sesuatu yang nyata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline