Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Menembus Bayang-bayang Kata

Diperbarui: 10 Juli 2020   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

unsplash/tanya-trofymchuk

Seruang namun terasa sulit untuk menemukan cara untuk bisa saling berbagi kata-kata. Bahkan tatap pun terasa semakin punah tersiksa oleh pandemi keraguan akan rasa yang tumbuh tidak sebagaimana umumnya. 

Hingga tersisa jejak-jejak wangimu  memaksa diri untuk segera dirawat sebagaimana mestinya. Biarlah angan merundung lesu, asal rasa yang kian tumbuh subur tak semakin menyesakkan hati yang enggan mengungkapkan kata-kata.

Kata-kata hanyalah bayangan akan kenyataan. Sebuah citra telah saling kita pancarkan hingga mampu menarik hati satu dengan yang lainnya tanpa harus mengumbar banyak kata. 

Tanpa pernah menanyakan, "apa kabarmu" atau "sedang apa dirimu?", dan kau sendiri yang akan datang kepadaku. Bisakah kau merasakan, betapa mempesonanya kenyataan yang nampak tanpa bayangan kata-kata tersebut?

Dan kenyataan itu menyapa bukan karena sebuah hasrat diri, melainkan atas simpati yang selalu kau tawarkan. Lewat senyuman-senyuman yang selalu kau bagi untuk menghibur kesunyian yang kau lihat atas diri ini. Tidakkah sesekali kita memikirkan bagaimana sesuatu ini kian mewangi?

Ketika awal dari  sebatas citra sebuah angan, akhirnya menjadi kenyataan. Bukankah itu cukup? Tanpa harus disepakati dengan bayang kata yang akan menambah toxic tendensi-tendensi yang merumitkan.

Kasih, pada akhirnya akan datang pula, "Hari ketika segala pikiran dan perbuatan yang tersembunyi akan diuji." (86:9) Jika itu kebaikan, maka musuh kita adalah waktu. 

Jika masih juga hal itu membuatmu ragu, maka berendah hati, takutlah, dan jangan gantungkan harapan itu kepada siapapun kecuali Dia. Andaikan itu banyak menimbulkan ketidakbaikan dalam pikiranmu, berarti sedang mengajarkan keikhlasan.

Dalam ruang itu, jarak bukan lagi menjadi sekat yang menjadi pembatas di antara kita. Telinga ini masih bisa mendengar suaramu. Mata pun sanggup untuk membaca segala gerak-gerik keindahanmu. 

Indera ini tak hanya mencumbu jejak wangimu, namun, bukan menjadi sebuah kemustahilan bagi jari-jemari jika ingin merasakan kelembutan tubuhmu. Tapi, itu tak lebih dari sekedar bumbu-bumbu layaknya bayangan kata yang tergambar oleh sebuah angan.

Maka, sebisa mungkin raga ini harus pergi. Meski pergi tanpa arah tujuan dalam gelap dan dinginnya Sang Malam. Demi ikatan yang abadi, pikiran dan perbuatan sudah semestinya mendapatkan ujiannya. Manusia-manusia seringkali terjebak di banyaknya wajah-wajah masalah yang datang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline