Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Pemerintah Baper dan Generasi Lebay

Diperbarui: 17 April 2020   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambarc.blogspot.com

Jangan tersindir dulu ketika membaca judul esai ini. Anggap saja yang menulis ini ingin menunjukkan kemandiriannya, keangkuhannya, kepintarannya dengan merumuskan segala hal tanpa dasar-dasar keilmuan yang mumpuni.

Jangan merasa tersaingi oleh sesuatu yang dianggap sebagai kesalahpahaman. Mungkin saja ketika kita mengatakan 'salah paham', hal tersebut secara tidak langsung hanya ingin menegaskan maksud 'kita tidak salah'. Mudahnya, mengakui atau mengapresiasi sesuatu yang tidak dapat kita lakukan.

Jangan merasa tidak diperhatikan disaat perhatian begitu banyak tertuju kepada diri kita. Apakah kita hidup hanya untuk mencari perhatian? Atau diri kita yang terlalu banyak menuntut perhatian? Lapar atau doyan?

Apa yang disangka justru tidak seperti yang dinyana. Sesuatu yang diimani belum tentu seperti apa yang telah dipercayai. Bisa-bisa itu hanya acting, atau simulasi sandiwara. Atau justru kitanya yang terjebak oleh bombongan keadaan. Kita sering hati-hati dalam terhadap prasangka, disaat kita juga hobi bermain dengan prasangka.

Jika salah satu dari jajaran pemegang kekuasaan melakukan kesalahan, citra semua 'pemerintah' seolah salah, tidak dapat dipercaya, tidak amanah.

Sedang kita berdiam diri dirumah dan sekedar membaca informasi yang disediakan oleh warta berita online. Padahal, tugas media berita online tersebut adalah mencari berita yang kontroversial agar menarik dan banyak yang mampir membaca.

Kesalahpahaman akhirnya sering terjadi, prasangka sudah terlanjur masif. Kebiasaan mencari kambing hitam atas ketidaksesuaian harapan akan keadaan yang menurut kita baik akan selalu dicari-cari titik kesalahannya. Kita lebih suka mencari kesalahan atas apa yang ada di luar diri kita daripada mulai mencari dari dalam diri sendiri.

Masalah yang seharusnya mudah asalkan kita mau bersatu, menjadi berbelit-belit karena krisis kepercayaan golongan satu dengan yang lainnya. Ya, manusia pada dasarnya lebih suka nimbrung di dalam golongan-golongan tertentu terlepas dari formal atau tidaknya golongan tersebut. Asalkan, kehadirannya mendapatkan apresiasi saja itu sudah cukup menjadi proses rekruitmen yang sederhana.

Lebih tidak adil lagi jika pemegang kuasa a.k.a pemerintah baik-baik saja. Sangat adil dan sangat bijaksana dalam memegang amanah yang diberikan oleh rakyatnya. Lalu, hidup serasa di Surga karena segala hal terpenuhi. Lantas, apakah keadaan seperti itu yang diinginkan? Kita tidak usah bekerja karena sudah mendapatkan asupan dari pemerintah.

Dengan simulasi keadaan tersebut dengan perbandingan realita zaman sekarang, lebih banyak di keadaan mana kita dapat mengambil pelajaran? Seadil-adilnya penguasa tetap ada kasta sosial, kesenjangan ekonomi, ketidakmerataan tingkat kesejahteraan. Bahkan, Tuhan Yang Maha Adil pun menciptakan langit dan cahaya berlapis-lapis, dengan surga dan neraka yang bertingkat-tingkat. Adakah kita mampu mengambil pelajaran?

Pada akhirnya, kita tidak sadar seperti anak kecil yang merengek-rengek kepada para penguasa yang dideskreditkan dengan para pengendali perekonomian. Entah itu berlandaskan ketidakadilan, ketidakbijaksanaan, kebohongan, konspirasi, atau apapun itu. Kita tak lebih dari generasi yang lebay. Keberanian telah jatuh ke taraf kesembronoan. Kemandirian tak lebih dari sekedar budaya caper atau mencari perhatian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline