Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Angresepi Niat

Diperbarui: 4 Maret 2020   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan wirid dan shalawat di kediaman Mas Slamet | dokpri

Tidak ada segala daya dan upaya untuk dapat selalu berkumpul dan bermunajat bersama dalam #MQSelasan tanpa disertai naungan asihNya. 

Pada kesempatan kali ini, acara mingguan wirid dan sholawat ini diselenggarakan di tempat Mas Slamet, tepatnya di Dusun Bandung, Mertoyudan, Magelang. Belum ada setahun yang lalu, di dusun ini pula terselenggara acara sinau bareng CNKK. Mas Slamet-lah yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai jembatan untuk merealisasikan acara sinau bareng tersebut.

Acara Selasan ini sudah memasuki edisi yang ke-11. Sebelum memulai acara inti, Mas Sigit kembali mengingatkan untuk kembali menegaskan niat agar bisa terus terjaga keistiqomahan dalam menjaga api rutinan mingguan ini. 

Sudah menjadi hal yang umum dalam maiyah, jika setiap acara yang terlaksana itu bukan berarti merupakan andil seseorang. Termasuk juga dalam acara rutinan mingguan ini, jika bukan karena kerinduanNya, untuk mendengar para hambaNya memanggil-manggil asmaNya. Jika bukan karena iradahNya, bukan tidak mungkin mereka akan tergerak berkumpul kembali.

Air mata itu tak akan bisa terurai jika bukan karenaNya. Kemesraan itu takkan bisa tercipta kalau bukan Dia yang ingin bermesraan dengan para hambaNya. Dan bagaimana suara-suara itu dapat terlantun berirama juga kalau bukan karenaNya?

Seolah-olah Tuhan pun ingin menegaskan dalam sebuah hadits Qudsi, "Dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi."

Teguhkanlah kembali niat kami untuk terus bisa menyapa karena masih begitu labil dan mudah goyahnya kami. Bahwa masih begitu banyak rasa takut kehilangan nikmat dunia yang terus menghijabi. 

Semua seperti hanya bisa merasa, menyeru, dan menunggu di altar pengharapan. Bahwasanya hamba yang merindu ini hanya bisa menanti jawaban,"Kullama naadaita Yaa Hu,Qolayaa 'abdi anallah."

Lantas jika memang ini semua adalah wujudMu, bagaimana lagi kami meski mengucap syukur? Jika rasa syukur ini sesungguhnya juga dariMu.

Dusun Bandung, 3 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline