"Entah apa yang merasukimu?" pikir Tama terheran melihat layar komunikasi virtualnya mengeluarkan notifikasi sebuah pesan dari Layla. Berapa lama waktu yang telah berlalu. Mengarungi keheningan rindu yang telah latah dengan sendirinya. Namun badan yang setengah sadar setelah beberapa hari tak henti menyandarkan raga, menyebarkan cintanya, hanya sekejap merespon keheranannya. Rajutan makna yang sedang ia tulis pun Tama letakkan sejenak.
Tidak ada ketertarikan, semua berlangsung biasa saja dan singkat, meskipun itu dari Layla.
Tidak ada harapan bahkan memberikan ruang sedikitpun bagi nafsu yang nantinya membutakan atau menggelapkan ketulusannya kepada Layla.
Sembari memejamkan mata, Tama mesti berperang dengan semua kehendak dan keinginan. "Bukankah aku sudah terbiasa dengan keadaan tanpa sapa, tanpa kata, pun tanpa tatap?" Apa yang sebelumnya membuat heran mendadak menjadi biasa saja. "Lagipula kalaupun itu Layla juga sudah terlalu sering menyapaku, kan?" lanjutnya.
Sebelumnya, Layla pun juga telah mempersiapkan sesuatu agar bisa memastikan kegilaan Tama. Agar memiliki alasan untuk menghubungi Tama. Dan untuk kali pertama juga, Layla menjadi wanita yang normal karena harus mencari alasan untuk menghubungi seorang lawan jenisnya.
Tidak usah terlalu mendramatisir, karena cerita berkesinambungan ini pun bukan cerita bergenre drama atau romansa yang penuh percintaan. Hanya sebuah representatif dari seorang Layla, yang fana dan penuh makna.
***
Malam harinya, Tama berkumpul dengan teman-temannya. Disana, mereka saling menceritakan kisahnya masing-masing setelah tak bertemu sekian lama. Sebagian kecil dari temannya telah berkeluarga, sehingga apa yang menjadi topik pembahasan adalah perihal perjalanannya membangun sebuah keluarga.
Tentang bagaimana kebahagiaan yang datang selalu berimbang dengan kegelisahan yang juga datang. Tama dan teman-temannya yang belum memiliki pasangan pun memperhatikan obrolan itu dengan seksama. Agar bisa dijadikan sebuah pembelajaran.
Hingga temannya lantas bertanya, "Lha, kalian kapan akan segera menyusul? Terutama kamu, Tam! Cari pasangan dulu sana!" Semacam sebuah motivasi atau celaan mengingat usia mereka yang sudah melewati masa mudanya.
"Aku? Melihat kalian bahagia dan masih bisa berkumpul seperti ini pun sangat cukup. Kalau maksudmu jodoh, tinggal menunggu waktu dipertemukan. Bukannya semua sudah diciptakan berpasang-pasangan?" jawab Tama dengan santai.