Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Aku Malu Mencintamu, Yaa Sayyid!

Diperbarui: 9 November 2019   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. Desa Madyocondro

Sebisa mungkin aku bersembunyi di bilik sempit. Hanya hening yang seraya merayu ketiadaan. Ditemani gelap yang menyempurnakan ruang ini untuk dijadikan ruang persembunyian.

Rasaku menggebu, mengelakar penuh air mata mencintamu ketika tubuh ini masih basah kuyup oleh nafsu. Saya takut ini hanya tipu daya untuk merayamu agar aku mendapatkan kenyamananku. Sementara, manusia-manusia di luar sana sangat mampu bahkan dengan lantangnya memamerkan cintanya kepadamu. Meski, hanya perhatian-lah yang sebenarnya dibutuhkan manusia-manusia itu dibandingkan perhatianmu meski hanya sebatas lirikan mata.

Manusia berlomba-lomba menyempurnakan penampilannya agar sesuai dengan penampilanmu. Disisi lain, manusia lebih memilih naik kuda besi daripada seekor unta. Manusia berlomba memperbanyak ibadahnya agar mendapatkan pahala seperti yang engkau janjikan, daripada menuntaskan rasa rindu untuk bisa saling sapa kepadamu, Yaa Rasul!

Sebisa mungkin aku lebih memilih terluka oleh hujaman prasangka, daripada melukai yang lain dengan segala kebenaran-kebenaran akal yang hinggap di kepalaku. Aku lebih memilih perasaan engkau membenciku atas kesewenangan mereka terhadapku, daripada memilih perasaan engkau membelaku atas tebasan kebenaran lidahku yang melukai mereka.

Ketika beliau berkata, "jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku." Dan ketika aku mengikutimu dalam kefana'an, justru aku ingin menunjukkan diriku dalam realitas kadunyan. Aku merasa terang meski sebenarnya hanya ada sebuah kerlip cahaya. Ketika aku dekati, cahaya itu hanyalah lapisan dari misteri berlapis-lapisnya spektrum cahaya. Alih-alih merasa menemukan shiratal mustaqim, melainkan hanya setapak ketersesatan arah akan entah.

Lalu engkaupun seolah berbisik lirih, "Ketika mereka mendatangiku, seolah mereka hanya menodongku dan menagih syafaatku. Aku berusaha agar ummatku tidak mengetahui, bahwa aku terluka karena cintanya.Mereka seolah tidak memahami kerinduan, keintiman, namun tak lebih dari sebatas kemegahan. Mereka membutuhkan syafaatku, seolah-olah hanya demi keselamatan mereka saja."

Lantas, apa yang semestinya diikuti? Bagaimana aku bisa mengikuti? Kalau semua pada akhirnya hanya sebatas "seakan-akan".

Reward berupa pahala-pahala sudah tak begitu terhiraukan karena aku terlalu tak pantas menagih apapun atas ketidakpantasan diri ini yang kadang lebay dalam merindumu.

Bahkan untuk mengungkapkan kasih ataupun cinta, perasaan malu ini terlalu berlebihan atas kemunafikan rasa yang terlalu lebih sering berkhianat daripada memilih setia. Tanpa tatap, tanpa kata, pun tanpa sapa/do'a. Ya, aku malu untuk mengungkapkan cinta kepadamu, wahai kekasih Tuhanku!

Di dalam bulan kelahiran beliau saat ini, segala pujian-pujian terdengar merdu saling memadu harmoni yang berterbangan dan berkumandang di langit-langit kalamullah. Menyayat qalbu yang termangu sendiri dalam rintikan hujan nan sendu. Yang sesekali bergantian dengan bulan yang berhias kemerlip bintang gemintang.

Yaa Sayyid, aku tidak akan pernah merasa mampu untuk menirukan segala akhlak karimahmu. Aku tidak akan pernah mampu mempertontonkan segala bentuk ungkapan mesraku kepadamu. Tapi, berikanlah keberanian meskipun hanya sekali untuk mengungkapkan segala resah dari bilik keterasingan. Terutama kepada saudara-saudara yang tak kenal lelah berjuang menyapamu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline