Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Bergembiralah dalam Ketersesatan

Diperbarui: 17 September 2019   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

"Bapak ini lebih menyukai segala yang tertulis merupakan sebuah ketersesatan daripada kebenaran. Bukan sebuah kefahaman, justru semuanya adalah ketidaktahuan. Sebuah jalan pencarian diri, bukan sebuah kebutuhan akan pengakuan diri. Bapak tidak berharap sama sekali ada yang mengonsumsi segala ketidakjelasan (tulisan) ini. Tidak ada faedahnya sama sekali. Jadi, Bapak biarkan semisal ada yang mau memplagiasi. Toh, Bapak tidak mencari apa-apa dalam untaian segala kata ini." Terang Gus Welly di dalam sebuah kelas ketika memberikan pembelajaran kepada murid-muridnya.

Salah seorang muridnya kemudian bertanya," terus apa gunanya Bapak menyuruh kami untuk menulis? Rasanya percuma Pak, kalau tidak ada tujuannya sama sekali?"

Atas keberanian salah seorang murid tadi untuk bertanya, kemudian yang lain menimpalinya lagi dengan pertanyaan," Lantas buat apa kami mengikuti ketersesatan, ketidaktahuan yang oleh penulisnya sendiri dianggap seperti itu?"

Memang sebuah metode pembelajaran yang diajarkan oleh Gus Welly sangat bertolak belakang dengan pendidikan di zaman sekarang yang selalu memastikan sebuah kebenaran. Padahal, bukankah sebuah kebenaran itu sendiri merupakan sesuatu hal yang bisa benar, terkadang benar, dan pada satu waktu yang benar bisa menjadi salah.

Segala kebenaran yang kita lakukan di masa lampau bisa jadi menjadi sebuah kesalahan yang belum kita temukan di masa yang akan datang. Terutama dalam pembelajaran lika-liku kehidupan. Gus Welly mencoba untuk melatih anak didiknya agar tidak terlalu mepnjolkan sebuah pengetahuan yang dimilikinya, sekalipun hal tersebut bernilai kebenaran

"Apakah menurutmu menulis itu mesti berguna? Banyak yang membaca, banyak yang merasakan manfaatnya? Terus semisal kebetulan tidak ada yang membaca karena tidak ada manfaatnya, lantas kamu akan berhenti untuk menulis?" Gus Welly mencoba menegaskan tentang sebuah niat dalam menulis. "Kalau kamu masih  banyak tendensi dalam menulis,Atau mungkin karena tidak ada hasil yang pasti. Bapak mungkin akan ragu kamu akan terus menulis. Tidak usah membahas tujuan menulis jika awal keberangkatan dalam menulis pun masih belum mengetahui." Lanjut Gus Welly.

Dari penjelasan tersebut, murid-murid diharapkan memiliki ghunyah yang lebih dalam ketika melakukan sesuatu. Sebenarnya hal ini merupakan dasar sebelum kita akan menekuni suatu aktivitas. Lepaskan segala niat dari harapan yang sudah pasti mengandung rasa takut. Kita tidak membutuhkan motivasi, karena permasalahannya adalah ketulusan serta kecintaan kita dalam melakukan sesuatu.

Segala prasangka yang nantinya mengarah pada kita, menandakan bahwa hal tersebut adalah sebuah kewajaran dalam kehidupan. Terlepas dari segala prasangka yang baik maupun yang buruk.

"Lalu bagaimana jika apa yang kamu sangka tentang hal tersebut (ketersesatan, ketidaktahuan, dan pencarian jalan) merupakan sebuah bentuk keimanan Bapak kepada Tuhan?" tanya Gus Welly mencoba menerka maksud dari segala kata-katanya sembari menyajikan senyumannya.

"Mungkin saya tidak akan memiliki iman yang seperti itu, Pak! Karena keimanan bagi saya bukanlah suatu hal untuk dipermainkan." Jawab muridnya dengan penuh kemantapan dan ketegasan.

"Karena rasa ketersesatan Bapak akan terus berusaha mencari jalan yang lurus selama hidup. Dan oleh karena  rasa ketidaktahuan, Bapak akan terus berusaha mencari ilmu. Bolehkah Bapak belajar mengenai keimanan yang kamu miliki itu, Nak?" terang Gus Welly justru begitu merendah terhadap muridnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline