Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Tidak Ada yang Sia-sia

Diperbarui: 30 Agustus 2019   16:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pixabay

Pada suatu malam di pos ronda, terdapat dua pemuda yang sedang beragumen tentang sesuatu yang mungkin salah satu dari mereka merupakan hal yang sia-sia. Bapak-bapak yang lain suka menjadikan alasan untuk pulang erlebih dahula dengan alasan keluarganya, dan sudah menjadi langganan bahwa dua pemuda ini adalah yang terakhir pulang kerumah.

"Tapi kan makhluk itu diciptakan berpasang-pasangan. Bahkan Kanjeng Nabi pun menyunahkan para ummatnya untuk menikah."

"Begitu juga segala sesuatu itu diciptakan Tuhan tidak ada yang sia-sia. Termasuk senjata utamamu itu biar bermanfaat."

"Memangnya, ketika kamu melihat cewek sexy terus senjatamu berdiri automatically, berarti itu sudah berguna kan? Apa maksudmu jika berdiri terus mesti digunakan? Sekalipun jika dalam kondisi sudah menikah?"

"Bukan begitu maksudku, kita kan juga mesti melanjutkan keturunan. Jadi, besok ketika kita kita meninggal masih ada yang mendoakan."

"Emang sudah ada jaminan, jika kamu menikah terus dikasih anak? Bahkan jika sudah dianugerahi anak cucu, adakah jaminan anak cucumu kelak adalah orang saleh? Apa kamu mencintai istrimu dengan tulus jika tendensimu sudah terlalu jauh?"

Memang berpasang-pasangan. Tapi apakah namanya pasangan itu mesti ketika di dunia? Justru memang harus disunahkan karena memang ini salah satu jurus dan strategi jitu buat mewadahi nafsu para manusia yang sering keblabasan. Bayangkan jika tidak ada perintah resmi atas pernikanan, peradaban seperti apa yang akan tercipta sekarang? Kita aja yang sering berpura-pura mengatasnamakan sunah, disaat nafsu seperti menemukan alat pemuas kebutuhannya.

Begitu juga, atas dasar sebuah pernikahan. Semakin banyak pintu rejeki yang dibukakan. Rejeki disini bukan sabatas pemahaman masyarakat pada umumnya yang mengartikan sebatas materi. Namun dengan kebersamaan, rejeki itu bisa berupa pengetahuan tentang hati. Tentang cinta dan asih kepada orang-orang terdekat tentu akan semakin meluas. Rasa tanggung jawab. Cakrawala pengetahuan tentang lipatan-lipatan dimensi tentang rasa itu sendiri.

Semua akan bermakna sia-sia jika itu tidak sesuai keinginanmu, sekalipun dengan landasan dalil-dalil. Bukan lantas merendahkan status dalil, tapi tidakkah pertama kita mesti melihat ke diri kita sendiri? Seperti, hukum adalah alat yang digunakan untuk mewujudkan keamanan, ketentraman, bahkan keadlian. Dalil pun demikian, merupakan sebuah alat untuk memperbaiki akhlak, mengenal segela cintaNya, dan menuntun keselamatan manusia untuk kembali pulang.

Dan yang ngebet pingin memuaskan diri dan  sangat ingin menikah dengan dalil-dalil yang dipegangnya. Ataupun sebaliknya, yang bertahan dengan status jomblo juga berikrar bahwa jodoh gak akan kemana dengan dalil-dalil yang dipegangnya juga. Sama-sama dalam keadaan pembenaran. Dalil baik berupa firman Allah ataupun Hadits Kanjeng Nabi digunakan sebagai alat untuk menyembuhkan keadannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline