Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Rak Malaikat Izrail

Diperbarui: 13 Agustus 2019   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay - akropolis

Basecamp siang itu nampak ramai. Tak hanya Gus Welly, Bewol atau Rohmat, ada pula Ahmad, Cuwil dan Solikin. Mereka asik memperhatikan salah satu mahakarya pembuatan yang sangat abstrak si samping basecamp. Jika disebut rak, tapi tidak memenuhi syarat untuk dapat disebut sebagai rak karena strukturnya yang asing. Uniknya, mahakarya itu sanggup memplagiasi kemiringan bangunan Menara Pisa di Italia.

"Sedang bikin apa kamu, Fid?" tanya Ahmad kepada Mufid.

"Buat rak. Eh, tapi kenapa bentuk raknya seperti ini ya?" sahut Solikin.

"Kan, makanya aku nanya..."tegas Ahmad.

"Asik iki, susah jika kita hanya memandang kepada apa yang tampak. Nilai seninya sangat tinggi."ungkap Cuwil yang notabene merupakan anak sastra.

Sedang Si Mufid hanya cengar-cengir melihat teman-temannya ini diam-diam antara penasaran, mengejek, atau ingin memuji. Tapi, Mufid yang notabene merupakan adik Gus Welly tentu bukan sembarang orang. Oleh karena itu, hanya senyumnyalah yang ia tampakkan kepada teman-temannya. Memang tipikal orang seperti Mufid ini suka menjebak orang lain untuk berprasangka atau memaknai sesuka hati atas apa yang nampak kepada dirinya.

"Ayo masuk, pada makan dulu rolasan (istirahat jam makan siang)." Ajak Gus Welly.

Sementara mereka masuk, di dalam sudah ada Rohmat dan Bewol yang sedari tadi sudah berada di dalam besecamp dengan obrolan ketidakjelasannya.

"Wah-wah, bahasane dhuwur iki." Celetuk Cuwil mendengar sekilas percakapan Bewol dan Rohmat.

"Opo lho, Wil! Monggo masuk aja Lik, Mad."

"Pada darimana ini, kok tumben udah pada bangun?"tanya Bewol.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline