Indonesia dipuji sebagai salah satu negara yang memiliki demokrasi terbesar se Asia Tenggara dan dijadikan sebagai salah satu contoh untuk negara lain. Indonesia memiliki Idelogi Pancasila yang menjadikan karakter dan falsafah hidup suatu Bangsa. Suatu jejak demokrasi yang memiliki memori indah dijadikan sebagai proyek percontohan bagi negara lain. Namun, sangat disayangkan hal itu tidak dapat kita rasakan dimasa kini karena kita berada dalam fase dimana demokrasi di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan munculnya berbagai masalah yang terjadi di bangsa ini.
Demokrasi dimasa kini yang terancam. Ribuan aksi penolakan yang didominasi oleh mahasiswa atas perundang undangan yang disahkan secara tidak logis dan tidak dapat diterima. Bagaimana bisa? Adanya proses gelap yang hendak mengesahkan suatu peraturan untuk kemaslahatan bersama namun hal itu justru berbalik dengan kesejahteraan bangsa.
Abraham Lincoln menyatakan bahwa demokrasi adalah sebuah pemerintahan yang berasal dari rakyat , oleh rakyat , dan untuk rakyat. Demokrasi di Indonesia adalah suatu proses yang menadikan wadah perkembangan demokrasi secara mendunia, mulai dari pengertian dan konsepsi demokrasi menurut para tokoh. Akan tetapi konsep demokrasi tidak seindah apa yang dikatakan. Akhir-akhir ini semakin banyak masyarakat yang mempertanyakan konsep demokrasi saat ini. Bagaimana tidak? Partisipasi masyarakat di berbagai kebijakan yang ada justru tidak membuahkan hasil bahkan mengalami kemunduruan. Bukti yang tidak nyata justru terlihat sangat jelas mendukung bahwa perwakilan rakyat kita seringkali melakukan pengesahan tanpa transparansi terhadap masyarakat. Hal itu secara tidak langsung sangat melemahkan dan merendahkan peran rakyat yang disebut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.
Dari sekian banyak beredar, polemik penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden juga menjadi berita hangat sebagai konsumsi publik sehari hari yang menuai pro dan kontra di masyarakat. Isu penambahan jabatan presiden ini bukan hanya sekali saja, ternyata isu ini pernah muncul pada tahun 2019. Sebagian masyarakat merespon positif dan sebagian masyarakat mempertanyakan terkait kebijakan yang akan disahkan oleh perwakilan rakyat tersebut.
Pemilihan umum tentu sudah tidak asing lagi ditengah masyarakat, yang dimana pesta demokrasi selalu diadakan dalam 5 tahun sekali memiliki memori dan berbagai cerita yang menari. Di tahun 2024 Indonesia kembali akan melaksanakan pesta demokrasi yang dimana Presiden jokowi sudah tidak bisa mengikutsertakan diri kembali sebagai calon Presiden Republik Indonesia karena sesuai dengan Undang Undang Dasar Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 7 disebutkan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi hanya 2 periode.
Seiring dengan berjalan nya waktu hingga detik detik memasuki masa akhir dari sebuah jabatan kepala negara. Muncul suatu kabar bahwa Undang Undang akan diamandemen guna menjadikan jabatan Presiden menjadi 3 periode. Hal ini disampaikan oleh media yang dimana menjadi sarana publikasi dan komunikasi politik. Pembatasan masa jabatan kepala negara adalah buah pembelajaran dari pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru. Selain daripada itu, hal ini dilakukan bertujuan untuk menciptakan praktik demokrasi yang sehat dan sukses serta terpimpin secara terstuktur.
Menurut Bahlil, wacana penundaan pemilu termasuk sebuah ide dan inovasi yang konstruktif untuk kebaikan bangsa. Dia mengatakan, dalam sebuah demokrasi, menyatakan suatu pendapat termasuk salah satu contoh penundaan pemilu adalah suatu hal yang wajar, karena pada dasarnya setiap warga negara bebas menyampaikan aspirasi atau suatu pendapatnya.
Tidak hanya itu , dengan adanya wacana penundaan pemilu hal ini membuat adanya dualisme yang menciptakan suatu output pro dan kontra. Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet mengkritik wacana supaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat 3 periode yang terus digaungkan. Hal ini dipandang dengan segelintir orang yang mendukung 3 periode dinilai bukan lagi bicara gejala demokrasi yang terjadi, namun gelaja kearah otoritarianisme.
Selain daripada itu, wacana penundaan pemilu justru lebih buruk dari masa pemerintahan Orde baru. Hal ini didasari ketika UUD 1945 sudah diamandemen dan dicantumkan pembatasan masa jabatan kepala negara, tetapi ada kelompok yang menggulirkan isu yang bertentangan dengan konstitusi seolah mendukung praktik demokrasi di Indonesia mundur ke fase Orde Baru yang seharusnya bisa patuh terhadap konstitusi dan tidak mengkhianati amanah reformasi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi buka suara soal wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Jokowi mengakui bahwa dirinya sudah sering mendengar usulan serupa. Namun, terkait ini, dia berjanji bakal mematuhi konstitusi. "Yang namanya keinginan masyarakat, yang namanya teriakan-teriakan seperti itu kan sudah sering saya dengar," kata Jokowi usai meninjau Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (30/3/2022).
"Tetapi yang jelas, konstitusi kita sudah jelas. Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi, ya," tuturnya. Dengan lantang ia menegaskan kembali bahwa tidak setuju terhadap usul dan isu perpanjangan masa jabatan presiden karena berpotensi menabarak etika politik demokrasi.