Lihat ke Halaman Asli

Hadiah Ulang Tahun

Diperbarui: 7 Januari 2018   00:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sejak kecil aku bercita-cita menjadi seorang pemburu. Impian itu timbul karena aku kerap kali menonton tayangan para pemburu yang mengejar hewan-hewan liar. Mereka bagaikan prajurit yang akan membantai musuh. Menyelinap di kegelapan dengan senapan ditangan. Menggunakan penerangan seadanya, membidik sasarannya, memuntahkan timah panas, menembus sasarannya. Jika kena, mereka bersorak seraya mendekati buruannya yang sudah terkulai menantikan ajalnya. 

Saat itu, aku mendapatkan buruan pertamaku. Sebentar lagi cita-citaku bukan lagi sekadar angan-angan belaka. Aku berjalan menuju dapur seraya menyeret hasil buruanku ini, lengan berlumuran darah. Darah segar terus mengalir dari tubuh buruanku. Tapi aku puas. Karena tangkapan pertamaku cukup tangguh. Aku harus berusaha keras melumpuhkannya, sampai-sampai pelipis robek karena terbentur batu akibat pertempuran sengit dan buruanku itu hampir saja melarikan diri. 

Aku mengambil pisau daging di atas meja. Melangkah lunglai menuju jasad yang tiada lagi bernyawa. Luka di pelipisku semakin nyeri. Darah mengalir, sesekali kuusap dengan sapu tangan. Darah itu mulai menghalangi pandanganku. Tetapi jika aku berlama-lama mengurus luka yang tak seberapa ini akan memakan banyak waktu. Belum lagi aku harus memberikan potongan dari buruanku ini untuk kekasih. Esok dia berulang Tahun, aku ingin memberinya kado istimewa. Agar pemberianku ini selalu dia ingat dan tak akan terlupa. 

Aku mulai memotong bagian demi bagian buruanku,  memilah mana yang harus disimpan, dan harus dikubur agar tidak menimbulkan bau. Tentu menyisihkan sedikit untuk kekasihku. Dijadikan hiasan atau gantungan kunci untuk tasnya. 

***

"Hai, bagaimana harimu kemarin? Apakah kau bahagia? Oh iya, selamat ulang tahun ..." 

Intan tidak bergeming. Dia memandang lurus ke depan, tetapi tatapannya itu kosong. 

"Ntan." Aku menepuk pundaknya. Dia terkejut lalu menoleh ke arahku.

"Ia, kenapa ta ..."

"Kamu lagi mikirin apa?" Pungkasku, seraya merogoh tas ransel dan mengambil hadiah ulang Tahun yang telah kusiapkan. Pita berwarna merah menambah kecantikan bungkusannya.

"Itu apa?" Alis matanya menukik ketika melihat bungkusan yang kukeluarkan dari ransel.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline