Lihat ke Halaman Asli

"Goes To Baduy", Menemukan Oase di Pinggir Metropolitan

Diperbarui: 15 September 2018   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Jum'at, 07 September 2018, perjalanan kami dimulai. Saat menjelang siang yang terik, di jam yang ngaret seperti biasa. Kali ini suku Baduy jadi tujuan perjalanan yang kami sebut sebagai 'Pengabdian Masyarakat'

Tepat setengah sembilan kami memulai perjalanan dari Kampus Borobudur Jakarta Timur ke Baduy, Banten. Tujuan utamanya di desa Gazebo Baduy luar tiga. Kami melewati perjalanan dalam bus dalam suasana semi ramai. Karauke jadi hal yang paling favorit untuk dilakukan dalam bus.

Kurang dari jam tiga sore kami sampai di Terminal Cibolegar, melanjutkan perjalanan ke Baduy luar satu, untuk makan siang dan mendengar kata sambutan dari Kepala Adat Baduy luar dan Baduy dalam. Saat sedang makan, rombongan dari Universitas Surakarta baru datang langsung menyusul untuk makan siang bersama. Setelahnya hujan turun lumayan deras, karena itu saya, mungkin juga yang lainnya kesusahan mendengarkan apa yang disampaikan Kepala Adat sebagai kata sambutan.

Informasi, Suku Baduy luar memiliki kehidupan yang lebih modern dari Baduy dalam, yang paling mencolok perbedaannya, kamu bisa membedakannya dari pakaian yang mereka pakai. 

Jika Baduy luar lebih menggunakan baju berwarna hitam dengan sarung atau celana atau rok motif serupa batik berwarna biru tua dengan kombinasi hitam, untuk laki-laki Baduy luar mereka melengkapinya dengan slayer kepala dengan motif serupa Biru tua kombinasi hitam bercorak batik. 

Sedang untuk Baduy dalam, mereka menggunakan pakaian putih, celana hitam atau putih dengan ikat kepala putih. Baduy dalam tidak menggunakan alas kaki ketika mereka melakukan perjalanan sejauh apapun itu.

Orang-orang Baduy menganut agama yang mereka sebut sebagai 'Sunda Wiwitan'  agama yang mempercayai kekuatan Animisme dan Dinamisme, atau bisa diartikan kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur

Ini pertama kalinya saya mendengar agama ini dan pertama kali saya merasa kesusahan dalam menjalankan ibadah dalam agama yang saya anut. Setelah sambutan itu, entah tepatnya pukul berapa, kami melanjutkan perjalanan menuju desa gazebo Baduy (Baduy luar 3) dengan track yang lumayan untuk orang yang jarang olahraga seperti saya. Heuheu :-D

dokpri

Di sana udara nggak terlalu panas atau dingin. Bisa dibilang sejuk. Rombongan sampai ke desa Gazebo atau Baduy 3 menjelang magrib. Kami lalu menempati rumah yang telah dibagi sebelumnya oleh panitia. 

Warga suku Baduy terlihat tidak ramah ketika menyambut kedatangan kami. Saat kami menyapa, mereka hanya diam. Saat kami melempar senyum, mereka membuang muka. Saya rasa di sini saya belajar, bahwa apa yang saya dapat sedari kecil tentang tata krama, adat kesopanan, tidaklah selalu benar menurut suku yang mendiami wilayah lain. 

Sebelum langit semakin gelap, kami berbondong-bondong menuju sungai untuk mandi atau sekedar mencuci muka. Perlu digarisbawahi jika orang-orang Baduy melakukan segala aktifitas seperti; mandi, cuci piring, baju, buang air dan yang lainnya, mereka lakukan di sungai. Ini pertama kalinya saya mandi di sungai sejak bertahun-tahun tinggal di Jakarta. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline