Lihat ke Halaman Asli

Tatiek R. Anwar

Perajut aksara

Senja di Hati Andini

Diperbarui: 27 April 2022   01:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi senja.| Sumber: Kompas.com/Anggara Wikan Prasetya

Andini selalu menyukai senja. Langit sore yang kaya warna itu dipandanginya dari balik jendela kamarnya. Senja melukiskan bias warna indah pada bentangan horizon dengan matahari sepotong. Keindahan senja yang memukau selalu memanjakan mata Andini sehingga ia tak pernah puas untuk menikmatinya.

Langit biru yang mendominasi di siang hari, perlahan berubah menjadi gradasi warna jingga yang cantik sempurna. Sinar matahari yang ada di batas garis cakrawala paling barat seakan tak ingin pergi tanpa kesan yang mendalam. Senja selalu menampakkan pesona kilaunya yang fana, hadir sekejap kemudian meninggalkan bumi dalam pekatnya malam.

Senja memisahkan langit dengan birunya, menenggelamkan matahari di batas cakrawala. Apakah keindahan dunia hanya sementara seperti cantiknya senja yang fana? Apakah kemilau semburat senja selalu membawa kebahagiaan pada insan yang memandangnya?

***

Enam tahun lalu

Andini tergesa mengayunkan langkah menuju sekolah yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya. Semalam ia mengerjakan tugas fisika hingga larut sehingga ia bangun terlambat. Gadis kelas 2 SMA itu melangkah setengah berlari, pasalnya Pak Furqon, guru Fisika itu tidak menoleransi apapun alasan keterlambatan siswanya.

Andini memilih jalan pintas untuk memangkas jarak. Jalannya memang cenderung sepi, tetapi menghemat waktu hingga sepuluh menit untuk tiba di sekolah. Baru berjalan sekitar 300 meter, Andini melihat ada dua orang pemuda sedang duduk sambil mengobrol. Ketika Andini melintas di hadapan mereka, salah seorang pemuda itu menggodanya, bahkan seorang lainnya berusaha menyentuhnya.

Andini berusaha menjauh, mempercepat langkahnya, tetapi kedua pemuda itu terus menyejajarkan langkahnya. Tiba-tiba sebuah sepeda melintas, dia membunyikan belnya sambil melaju mendekati Andini.

"Hai, ayo, bareng ke sekolah," sapa pemuda berseragam seperti Andini.

Tanpa pikir panjang, Andini segera naik ke boncengan sepeda yang dengan cepat dikayuh sang pemilik meninggalkan dua pemuda berandalan tersebut. Dari belakang, Andini mengamati sang penolong. Andini tidak mengenal pemuda bertubuh tinggi kurus itu. Dari lambang sekolah yang dipakainya, pemuda itu satu sekolah dengan Andini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline