Lihat ke Halaman Asli

Tati AjengSaidah

TERVERIFIKASI

Guru di SMPN 2 Cibadak Kab. Sukabumi

Buku Antologi dan Menulis sebagai Self Reward

Diperbarui: 13 Maret 2021   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Dalam kurun waktu dua bulan yaitu bulan Januari dan Februari 2021 saya memiliki 2 buah buku antologi. Buku yang pertama berjudul "Terima Kasih Pahlawanku", buku ini ditulis oleh Mas Ahmad Rifa'i Rif'an bersama 85 penulis pemula. Saya ikut program menulis bareng Mas Ahmad Rifa'i Rif'an pada bulan Desember 2020 dan bukunya sudah saya terima pada tanggal 15 Januari 2021.

Buku ini diterbitkan oleh Alma Pustaka, setiap penulis membuat satu artikel tentang ungkapan rasa terima kasih kepada orang orang yang telah berjasa dalam hidupnya yaitu orang tua, guru, suami ataupun istri, serta sahabat. Saya sendiri menulis artikel dengan judul "Suamiku Editorku", sebagai ucapan terima kasih kepada suami yang selama ini selalu memberikan motivasi dan membantu saya dalam menulis. Sebelum dikirim ke Kompasiana, setiap tulisan saya akan dibaca terlebih dahulu oleh suami dan beliau akan memberikan masukan tentang judul ataupun isi artikelnya.

Dok. pribadi

Tulisan yang paling menarik dari buku antologi ini berjudul "Pahlawan Tanpa Jasa" yang ditulis oleh Mas Ahmad Rifa'i Rif'an. Beliau menceritakan dalam artikelnya bahwa yang paling berjasa dalam mengembangkan minat dalam menulis adalah Kepala Sekolah yang merangkap guru Bahasa Indonesia yang bernama Pak Maulana yang mengajar di kelas 6 MI Islamiyah.

Karangan yang berjudul "Pahlawan Tanpa Jasa" yang ditulis oleh Mas Ahmad Rifa'i Rif'an sewaktu kecil menjadi karangan yang dinilai terbaik di kelas oleh Pak Maulana. Karangannya berkisah tentang guru-guru MI yang ketika hujan turun tetap mengajar walaupun jarak rumah guru ke sekolah kurang lebih 5 Km, jalannya bergelombang dan tak bisa dilewati ketika hujan sehingga harus memutar melalui jalan lain yang jaraknya tiga kali lipat.

Sebenarnya yang membuat miris bukan masalah jalan yang harus dilalui, tetapi gaji yang diterima oleh guru sangat kecil karena MI adalah sekolah kecil yang penghasilan utamanya dari iuran bulanan siswa. Gaji per bulan yang diterima oleh guru tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, bahkan untuk biaya bensin per hari saja tekor.

Sosok Pak Maulana di mata Mas Ahmad Rifa'i Rif'an merupakan guru yang sangat memotivasi karena telah memberikan penghargaan terhadap karangannya dengan sepatah pujian tetapi punya efek yang besar. Sebenarnya karangan yang dibuat Pak Ahmad Rifa'i Rif'an sewaktu kecil judulnya pun salah, seharusnya "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa". Tetapi sebagai guru Pak Maulana tetap memberikan apresiasi terhadap karya siswa-siswanya, walaupun beliau tahu judul karangan siswanya tersebut kurang tepat. Pak Maulana juga mengatakan bahwa karangan itu dibuat dengan mengalir serta bisa membuat sesegukan orang yang membacanya, bahkan beliau memberi nilai sempurna yaitu seratus.

Ternyata pujian yang sederhana menimbulkan efek yang luar biasa, bisa menimbulkan kepercayaan diri yang tinggi sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk bisa berprestasi di masa yang akan datang. Saat ini Mas Ahmad Rifa'i Rif'an dikenal sebagai penulis yang sudah menghasilkan banyak buku sejak usia muda dan banyak diantaranya yang menjadi buku best seller.

Buku yang kedua adalah buku hadiah dari Pak Tjptadinata Effendi dan Ibu Roselina yang berjudul "150 Kompasianer Menulis", pada tanggal 25 Februari Pak Ikhwanul Halim mengirimkan pesan bahwa buku sudah dikirim dan dua hari kemudian baru sampai ke alamat rumah. Saya merasa senang bisa ikut menjadi bagian dari buku ini.

Dok. pribadi

Walaupun belum pernah bertemu secara langsung dengan Pak Tjipta dan Ibu Rose, saya merasa keduanya merupakan sosok orang tua yang selalu mengayomi kepada para penulis di Kompasiana. Perhatian dan kehangatan selalu saya rasakan dari komentar yang selalu mereka berikan terhadap tulisan-tulisan yang saya kirimkan. Setiap pagi artikel yang akan saya baca terlebih dahulu adalah tulisan dari Pak Tjipta dan Ibu Rose, dan apabila saya sedang sibuk dan tidak sempat membuka kompasiana maka besoknya akan saya rapel dengan membaca semua artikel yang belum sempat dibaca. Selalu ada pelajaran yang berharga yang bisa diambil dari tulisan inspiratif yang dibuat oleh mereka.

Saya tertarik dengan tulisan Pak Tjipta dalam buku "150 Kompasiner Menulis", menurut beliau dengan terbitnya buku ini merupakan bukti bahwa karya tulis dapat menjadi jembatan untuk mempertautkan para penulis dari latar belakang yang berbeda. Perbedaan bukanlah suatu kutukan, melainkan menjadi berkat bagi kita semuanya asal kita tahu cara mempertautkannya.

Betul saya merasakan keberkahan dengan menjadi bagian dari keluarga besar Kompasiana, antara lain bisa memiliki sahabat-sahabat penulis dari seluruh tanah air dan bisa mengenal adat dan budaya dari setiap daerah yang disajikan melalui tulisan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline