Setiap pasangan yang menikah pasti menginginkan rumah tangganya untuk tetap langgeng sampai maut memisahkan. Walaupun dalam setiap rumah tangga pasti selalu ada konflik yang datang, karena menyatukan dua orang yang berbeda dalam suatu ikatan tidaklah mudah.
Tinggal sejauh mana keduanya bisa menghadapi dan menyelesaikan ketika konflik itu ada, apalagi ketika harus menjalani hubungan jarak jauh atau long distance relationship (LDR).
Saya sudah 15 tahun menjalani rumah tangga dan sama seperti yang lainnya mengalami pasang surut kehidupan. Konflik batin sering saya rasakan di awal menikah karena belum hadirnya seorang anak, saya juga merasa suami cenderung cuek dan lebih mementingkan keluarganya dibandingkan istrinya.
Sejak awal saya dan suami menjalani LDR, karena saya terikat dengan tugas sebagai guru PNS di Sukabumi dan suami bekerja di Cianjur. Seminggu sekali kami bertemu, biasanya suami yang ke Sukabumi atau sebaliknya saya yang ke Cianjur.
Beberapa bulan setelah menikah, saya bisa pindah tugas ke tempat yang sekarang tetapi bukan ke Cianjur, yaitu ke sekolah yang lokasinya dekat dengan rumah kedua orang tua saya.
Setelah pindah tugas tidak otomatis kami bisa berkumpul, suami tetapi tinggal di Cianjur di rumah ayahnya dan sayapun tinggal bersama kedua orang tua saya.
Secara kebetulan juga kami memiliki nasib yang sama yaitu memiliki orang tua yang sakit, Suami memiliki ayah yang sakit prostat dan saya memiliki ibu yang sakit lumpuh, jadi saya dan suami sama-sama merawat orang tua yang sakit.
Pada bulan Januari 2009 ibu saya meninggal dunia, 2 bulan kemudian ayah mertua juga menyusul dan pada saat itu saya sedang hamil. Saya berpikir, mungkin ini adalah hikmah dari buah kesabaran yang Allah SWT diberikan kepada saya dan suami.
Selama 4 tahun menikah kami berdua sama sama merawat orang tua masing masing, dan setelah keduanya meninggal Allah memberikan amanah yang baru kepada kami yaitu dengan hadirnya seorang anak yang selama ini dinanti nantikan.
Ketika melahirkan saya cuti dan saya gunakan untuk kumpul bersama dengan suami di Cianjur, tetapi setelah selesai cuti saya kembali lagi ke rumah ayah.
Setelah hadirnya seorang anak laki-laki, saya rasakan suami lebih perhatian dan lebih sayang kepada saya dan terutama kepada anak. Pada saat anak berumur 1 tahun lebih suami mendapatkan pekerjaan di NTT, biasanya seminggu sekali kami bisa berkumpul tetapi sekarang menjadi 2 bulan sekali.