Tahukah kamu, saat ini media sosial sudah menjadi wadah bagi mereka yang senang menjadi trendsetter ataupun trend follower seputar lifestyle. Sebagai pengguna media sosial, jika kita tidak menjadi seorang trendsetter, tentunya kita akan menjadi trend follower, misalnya fenomena akhir-akhir ini di mana para wanita menjadi gemar menggunakan pasmina plisket. Jika kita kembali ke belakang di mana pasmina plisket sangat booming, fyp tiktok yang dipenuhi dengan ulasan mengenai pasmina plisket dan postingan orang-orang di Instagram yang bergaya keren menggunakan pasmina plisket. Siapa yang tidak tergiur untuk memiliki pasmina plisket yang sedang tren di media sosial saat itu? Tentu siapa pun yang melihatnya memiliki keinginan untuk membeli dan menggunakan pasmina plisket. Dengan menggunakan pasmina plisket tersebut, ada kepuasan tersendiri bagi para wanita karena mampu menjadi trend follower dan bisa menjadi bagian dari banyaknya kelompok wanita pengguna plisket, jadi tidak ketinggalan zaman kan.
Selain fenomena trend follower oleh para wanita, para pria pun punya caranya tersendiri untuk menjadi trend follower seputar lifestyle melalui media sosial. Salah satu fenomena yang ditemukan di lapangan bahwa mereka sebagai pria ternyata mempunyai perasaan ingin serupa dengan teman sekelompoknya yang memiliki lingkungan sama dengan dirinya seperti perkuliahan. Mereka cenderung akan mengusahakan membeli barang-barang yang bermerek serupa dengan apa yang teman kuliahnya gunakan. Ketika perkuliahan daring seperti saat ini, media sosial menjadi tempat bagi mereka yang akan mengikuti lifestyle teman sekelompoknya. Mereka akan stalking akun teman kuliahnya ataupun akun-akun yang berisikan postingan barang-barang bermerek untuk dijadikan referensi dalam bergaya. Mereka mengaku bahwa hal tersebut jelas dilakukan agar dirinya dapat diterima dan memiliki kesamaan dengan teman-teman sekelompoknya yang menggunakan barang-barang ternama. Tingginya gengsi universitas pun menjadi hal yang mendorong pria bergaya sesuai dengan standar yang berlaku di kampusnya tersebut. Umumnya mereka mengakui bahwa memang terkesan ikut-ikutan lifestyle teman kelompoknya, tetapi itu menjadi kepuasan tersendiri baginya karena mampu tampil keren dan kekinian serupa dengan teman-teman kelompoknya serta lingkungan kampusnya.
Dari kedua fenomena yang tim temukan di lapangan, bahwa nyatanya memang media sosial menjadi wadah bagi para penggunanya untuk menjadi trend follower agar tidak ketinggalan dari orang lain. Hal tersebut selaras dengan pernyataan pada artikel sebelumnya yang telah ditulis oleh Tim PKM UPI pada situsnya https://www.kompasiana.com/tati2205/60c22f9e8ede48213824c2b2/kenali-fomo-jangan-sampai-terkena-dampak-negatifnya?page=all yang menyatakan bahwa media sosial memberikan peluang bagi penggunanya untuk merasakan FoMO. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ternyata FoMO yang kita temukan di media sosial tidak hanya sebatas ikut-ikutan tren agar kekinian dan tidak ketinggalan zaman, bukan hanya merasa cemas dan khawatir ketinggalan momen dari orang lain, tetapi FoMO juga dapat terjadi sebagai bentuk ingin diakui dan dianggap menjadi bagian dari suatu kelompok. Sebagaimana Dogan (2019) dalam Journal of Cross-Cultural Psychology, 50 (4), hal. 524-538, yang menyatakan bahwa FoMO sudah menjadi bagian kehidupan yang wajar bagi suatu kelompok, dan menggambarkan fenomena yang saling terkait antara FoMO dengan eksistensi diri dalam kelompok. Sehingga menyamakan lifestyle dengan teman sekelompoknya menjadi pilihan yang banyak dilakukan oleh para pengguna media sosial saat ini yang cukup didominasi oleh generasi milenial.
Jika dianalisis lebih lanjut, keinginan milenial sebagai trend follower sebagai upaya agar kekinian dan serupa dengan kelompoknya menjadi bagian dari konsep diri yang mereka miliki. Dilansir dari situs kemenkeu.go.id menjelaskan bahwa konsep diri merupakan inti dari kepribadian individu dan memiliki peran dalam menentukan serta mengarahkan perkembangan kepribadian juga perilaku individu dalam lingkungannya. Selain itu, hadirnya FoMO pada lifestyle yang dialami milenial menjadi bagian adanya rasa butuh pengakuan dari kelompok dan lingkungannya. Bagaimana pun juga setiap orang ingin selalu dianggap ada kehadirannya dan diterima oleh lingkungan mereka. Utamanya milenial yang sering kali membutuhkan adanya eksistensi diri mereka ketika berada dalam lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dogan, V. (2019) "Why Do People Experience the Fear of Missing Out (FoMO)? Exposing the Link Between the Self and the FoMO Through Self- Construal," Journal of Cross-Cultural Psychology, 50(4), hal. 524--538.
Kemenkeu Learning Center (2019) Konsep diri, kemenkeu.go.id. Tersedia: https://klc.kemenkeu.go.id/konsep-diri/ (Diakses: 14 Juli 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H