GURU-GURU SEMASA SMA DALAM KENANGAN
Entah mengapa, guru-guru pada tahun 1980-an semasa saya bersekolah di SMAN Majalengka, Jawa Barat, pada unik dan otentik. Pada dua hal: keahlian ilmu dan kepribadian yang menarik.
Di sini, tentu tidak bisa saya ceritakan semua, melainkan beberapa saja sebagai misal. Tambahan lagi, nama barangkali ada yang kurang tepat. Maklumlah, sudah 30 tahun lewat.
Pertama, pak Tarmidji. Beliau guru matematika yang cerdas dan lancar menjelaskan materi. Lebih dari itu, tidak banyak berbicara. Kalau sesekali bercanda, beliau sendiri tidak tampak tertawa. Bagi kami itu membuat candaanya semakin bertambah lucu saja.
Sambil menunggu kami menyelesaikan soal, beliau menyampaikan berita atau sesuatu dari koran Kompas yang ia baca sambil menunggu kami. Saya ingat, beliau membacakan nama asli nan panjang (dari berita Kompas waktu itu) Sultan Hamengkubuwono IX yang membuat kami terheran-heran.
Kedua, pak Basuni. Kalau pak Tarmidji dari Kalimantan, guru PMP (Pendidikan Moral Pancasila) kami ini dari Tasikmalaya. Logat Tasik ini khas, bernada dan bertempo seperti lagu. Kata-kata ada panjang dan pendeknya.
"Maraneh mah, rajeun maca koran Monitor! Maca mah Kompas atuh." kata beliau suatu kali di kelas. Artinya, "Kalian ini, sekalinya baca tapi baca tabloid Monitor. Baca dong Kompas." Kami semua nyengir kuda dan tertawa. Tidak hanya karena telak kena sindirannya, tapi juga senang mendengar logat bicaranya.
Pak Basuni pandai menyusun soal ulangan dengan begitu rupa sehingga soal Pilihan Ganda (yang lebih tepat sebenarnya soal Pilihan Jamak) option A hingga E seperti sama benar semua jawabannya. Itu membuat kami bingung mana jawaban yang benarnya. Soal tingkat dewa pokoknya. Kita mengenalnya sebagai soal HOTS di zaman sekarang. Tidak pernah ada yang mendapat nilai 100. Nilai 80 itu sudah sangat bagus.
Ketiga, pak Hasan. Beliau guru mapel Geografi sekaligus wali kelas yang tegas dan suka kerapian. Beliau tampak senang dan suka memuji apabila kelas rapi dan bersih.
Di awal pertemuan, beliau meminta buku catatan/tugas harus disampul rapi dengan kertas coklat. Ketiga tugas dikumpulkan dan mulai diperiksa, beliau amat masygul karena tidak semua buku catatan/tugas bersampul. Maka buku yang sudah diperiksa dan dinilai tapi tidak bersampul itu "melayang-layang" alis terlemparkan dan bertebaran di depan kelas.