Lihat ke Halaman Asli

[Cerpen Terjemahan] Dendam, Guy de Maupassant

Diperbarui: 7 September 2021   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by Yama Zsuzsanna Mrkus from Pixabay

Paolo Saverini adalah janda yang hidup dengan seorang anaknya, rumahnya di tengah benteng Bonifacio. Dibangun di daerah terkenal di gunung itu, sebuah tempat yang sebenarnya menggantung di atas laut, dari sana kota akan terlihat sejak hamparan batu terjal sampai ke pantai rendah Sardinia.

Selain pemandangan yang nyaris sempurna, di sana ada celah batu karang mirip gang lebar yang digunakan sebagai pelabuhan. Ada terusan panjang menurun, rumah-rumah yang berjauhan letaknya, beberapa perahu ikan Italia dan Sardinia yang sedang berlayar, dan sekali dalam dua minggu berlabuhlah kapal apai tua dari Ajaccio.

Bersama-sama mengelompok pada lereng bukit, rumah-rumah berbentuk potongan-potongan kecil putih menyilaukan. Bila dari batu kokoh memandang ke bawah terasa kengerian, sebuah wilayah yang barangkali tak pernah disinggahi sebuah kapal pun sebab sangat berbahaya.

Laut dengan pantainya yang gersang telanjang sedikit tertutup rumput yang kerap diusik angin gelisah. Jalan-jalan sempit sepanjang lorong sempit, rusak parah kedua sisinya. Ke segala arah tampak batas hitam batu-batu tak terkira banyaknya yang timbul dari permukaan air bersama buih putih dari sungai-sungai seperti irisan linen, mengambang dan bergetaran di permukaan gelombang.

Rumah Paolo Saverini di tepi tebing jurang, tiga jendela terbuka begitu saja dan tampak seram. Ia tinggal di sana dengan anaknya Antoine dan anjing mereka bernama Semillante, sejenis anjing gembala yang tingi besar panjang berbulu kasar.

Suatu malam, Antoine Saverini ditikam dalam suatu pertengkaran oleh Nicholas Ravolati yang melarikan diri malam itu ke Sardinia.

Melihat mayat, yang mengundang orang-orang datang melayat, wanita tua tidak mencucurkan air mata, ia menatap lama sekali dan membisu terhadap kematian anaknya. Kemudian meletakan tangannya yang berkulit keriput di atas tangan jenazah, ia berjanji pada anaknya akan membalas dendam.

Ia tidak mengizinkan siapapun tinggal bersamanya dan menutup diri terhadap peristiwa itu. Semillante, yang tinggal dengannya, berdiri di antara kaki-kaki ranjang lalu menggonggong dengan kepala menjulur keluar pada majikannya sementara ekornya menjuntai di antara dua kakinya. Tidak ada dari mereka yang bergerak, baik anjing maupun wanita tua yang sekarang menyandarkan tubuhnya dan diam-diam meneteskan air mata. Anaknya masih memakai jaket kumal, ditusuk dan dicabik pada dada, tergeletak seperti tertidur dengan darah menggenang di sekitarnya, menodai kemejanya yang sengaja dibuka agar lukanya terlihat, pada pinggang dan celana panjangnya, wajah dan tanggannya. Janggut dan rambutnya menjadi kusut oleh darah yang membeku.

Wanita tua mulai bicara pada anaknya, dengan suara pelan supaya anjing tidak menggonggong.

"Jangan takut, jangan takut, kau akan membalas dendam, anakku, anakku sayang. Kau akan beritirahat dengan tenang. Kau akan membalas dendam, aku berkata padamu, kau harus percaya pada kata-kata ibumu, dan kau tahu pembunuh itu tidak pernah beruntung."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline