Lihat ke Halaman Asli

Tata Ruzaina Sayyida

Mahasiswi Uin Sultan Thaha Saifuddin Jambi

Posisi Filsafat terhadap Al-Qur'an

Diperbarui: 7 Juli 2024   01:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Tata Ruzaina Sayyida (Mahasiswi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi)

Setelah menelusuri ulang hakikat dari posisi filsafat terhadap Alquran. Saya berhasil menyatukan banyak pernyataan yang menunjukkan pesan bahwa posisi filsafat terhadap Alquran ialah Alquran menjadi inspirator bagi munculnya filsafat dan derajat filsafat dibawah kenabian. Piramida proses manusia menuju kebenaran yang mengatakan bahwa agama diatas filsafat adalah benar. Berikut argumen penguatnya:

Filsafat sama dengan cinta hikmah.

Berakar sama dengan sifat Allah al-Hakim (Maha Bijaksana). Perbedaannya dengan Alquran adalah Filsafat tidak berangkat dari sesuatu yang berada di luar kehidupan manusia. Sedangkan Alquran banyak berisikan hal abstrak yang kadang berada diluar kehidupan manusia. Kehadiran Alquran mengubah pola berfilsafat dalam konteks dunia Islam secara radikal sehingga lahirlah "filsafat profetik", para failasuf tidak hanya mengandalkan pada kemampuan yang bersifat rasional dan empiris saja, melainkan juga pada kemampuan yang bersifat intuitif. Tidak heran jika beberapa filosof Islam sekaligus merupakan ahli dalam hukum Islam (faqh, jusrist) seperti Ibn Rusyd yang menulis Bidyat al-Mujtahid (tentang fiqh perbandingan) dan al-Ghazl yang menulis al-Mustashf min 'Ilm al-Ushl (tentang ushl al-fiqh).

Filsafat dan Alquran bertitik tolak terhadap 3 masalah yaitu tuhan, manusia, dan alam.

Alquran yang berasal dari Tuhan untuk manusia dalam memaknai alam. Perintah agama untuk berfilsafat ini berdasarkan pada dua argumen. Pertama, aktivitas filsafat adalah memperhatikan (memikirkan) alam semesta. Dengan memikirkan semesta maka akan mengetahui Tuhan yang menciptakannya. Kedua, dalam Al-Quran banyak ayat yang menyeru umat Islam supaya mendayagunakan akal pikirnya, Hanya satu yang dilarang oleh Islam untuk dipikirkan atau diperdalamkan cara pemecahannya, yaitu dalam hal Dzat Allah Swt, sebab Dzat Allah itu pasti tidak akan dapat dijangkau oleh pikiran. Karena sungguh tidak ada dalam Filsafat kecuali kebodohan, pemutaran kata, dan kebingungan,dan sebuah pembahasan bertele-tele tanpa penyelesaian. Inilah yang menjadikan filsafat memposisikan dirinya dibawah Alquran.

Urgensi mendahulukan ilmu filsafat baru memperdalam ilmu agama.

Setidaknya ada empat hal penting yang senantiasa melibatkan manusia untuk berpikir secara mendalam, yaitu mengambil kebijakan, memecahkan masalah, mengembangkan kreativitas, dan mempersiapkan masa depan. Agar setiap individu dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula menangkap hikmah serta ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan cara demikian, ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan. Pada titik inilah posisi filsafat sebagai metode berpikir menjadi penting keberadaannya. Demikian juga dalam mempelajari ajaran agama terkhusus kitab sucinya yakni alquran, filsafat memiliki posisi dan peran yang penting. Ketika manusia sudah beranjak dewasa, tentu memiliki kemampuan nalar secara kritis dalam mempelajari ajaran agama. untuk dapat mengarahkan mereka yang ingin mendalami ajaran agama secara kritis dan logis dibutuhkan filsafat melalui empat hal penting tadi. Mulla Shadra berkata "Wahyu al-Qur'an adalah cahaya yang memungkinkan seseorang untuk melihat. Ia bagaikan mentari yang memancarkan cahaya secara melimpah. Kecerdasan filosofis adalah mata yang bisa melihat cahaya ini, dan tanpa cahaya ini seseorang tidak bisa melihat segala sesuatu. Jika seseorang menutup matanya, yaitu, jika ia mengabaikan kecerdasan filosofis, cahaya ini tidak akan bisa dilihat, karena tidak ada mata untuk melihatnya. Fazlur Rahman menyatakan bahwa filsafat adalah sebuah metode utama dalam berpikir, bukan produk pemikiran seperti yang diinterpretasikan oleh kebanyakan ulama yang membenci filsafat. Padahal tanpa filsafat seseorang tidak akan mampu mengembangkan ilmunya, bahkan tanpa filsafat ia berarti telah melakukan bunuh diri intelektual.

Banyak ditemukan anjuran Alquran kepada manusia untuk menggunakan akal dan pikirannya (berfilsafat).

Terdapat kata "akal" disebut beberapa kali dengan penampilan yang berbeda seperti tampak pada perkataan ya'qilun (50 kali), yatafakkarun (26 kali), yash'urun (25 kali), ulil albab (16kali), dan ulinnuha (2 kali). "Allah menganugerahkan hikmah (kefahaman yang dalam tentang Alquran dan Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Q.S. al-Baqarah: 269). Bukan hanya kata qalah tetapi antara lain kata-kata seperti Nazara, yaitu (melihat secara abstrak, dalam arti berpikir dan merenung). Tadabbara (merenungkan sesuatu yang tersirat dan tersurat), Tafakkara (berpikir secara mendalam). Menurutnya, pengetahuan bersumber atas dua hal, yaitu realitas dan wahyu. Realitas metafisik (ma'qulat) melahirkan filsafat dan material (mahsusat) melahirkan sains. Sementara itu, wahyu melahirkan ilmu-ilmu keagamaan (ulum al-syar'iyah). Dua sumber pengetahuan ini tidaklah bertentangan, melainkan selaras dan saling berkaitan karena keduanya berasal dari sumber yang sama, Tuhan Yang Maha Esa, sesuatu yang berasal dari sumber yang sama tidak mungkin bertentangan. Upaya pengembangan dan kajian keilmuan Islam saat ini juga tidak bisa berpaling dari filsafat. Tanpa sentuhan filsafat, pemikiran dan kekuatan spiritual islam akan sulit menjelaskan jati dirinya dalam era global.

Sejarah membuktikan Alquran menjadikan filsafat dapat berkembang, tetapi filsafat menjadikan Islam mengalami kemunduran.

Kita bisa melihat peran al-Qur'an dalam perkembangan filsafat Islam dalam kaitannya atas ketinggalan Islam dengan barat ini. Para ahli mengakui bahwa bangsa Arab pada abad 8-12 tampil ke depan (maju) karena dua hal: pertama, karena pengaruh sinar al-Qur'an yang memberi semangat terhadap kegiatan keilmuan, kedua, karena pergumulannya dengan bangsa asing (Yunani), sehingga ilmu pengetahuan atau filsafat mereka dapat diserap, serta terjadinya akulturasi budaya antar mereka. Setelah filsafat meninggalkan Yunani, ia dikembangkan oleh orang Islam, sehingga filsafat tersebut menjadi bagian terpenting dari kebudayaan Islam. Beratus tahun filsafat itu lepas dari bangsa Yunani, selama itu pula filsafat dibangun oleh orang Islam. Akan tetapi pada abad ke-12 secara tiba-tiba perkembangan filsafat Islam terhenti, karena mendapat serangan dari ahli-ahli agama. Banyak ahli-ahli filsafat dihukum sebagai orang-orang mulhid (atheis), akibatnya pada akhir abad ke-12 menghilanglah filsafat dari kebudayaan Islam. Dan akhirnya pada abad ke 14. Tidak seorangpun lagi dalam dunia Islam yang berani mempelajari filsafat, apalagi menamakan dirinya sebagai filosuf. Sejak itulah perkembangan filsafat di dunia Islam menjadi tertinggal. Sementara dunia Barat yang pada mulanya mempelajari filsafat dari orang-orang Islam mengalami kemajuan yang amat pesat sampai saat ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline