Bagi saya, naik kereta bukan hanya sekedar naik transportasi umum. Lebih dari itu. Naik kereta adalah tentang petualangan dan pengalaman.
Kereta, seperti halnya hotel, menjadi "tempat singgah" selama beberapa waktu. Maka wajar jika kita ingin singgah di tempat yang nyaman dan aman. Wajar pula jika kita ingin aktivitas berpindah lokasi itu meninggalkan kesan mendalam.
Memupuk Memori Bersama Kereta Api Indonesia
Saya dan keluarga saya pecinta kereta. Dua keponakan saya (1 SD dan 1 SMA), bahkan, hafal rangkaian-rangkaian kereta. Hanya dengan melihat dari jauh dia tahu kereta apa. Histori Youtube sang kakak, 80%-nya adalah tentang kereta.
Sementara si adek ketagihan nongkrong di Loko Cafe Malioboro. Melihat lalu lalang kereta. Berlama-lama di palang pintu kereta geser. Palang pintu paling istimewa, satu-satunya di Indonesia.
Saya sendiri, walaupun tidak se-ekstrim keponakan saya dalam mengenali kereta, memiliki pengalaman lebih banyak dalam naik kereta. Ini karena mereka masih sekolah saja. Sementara saya yang sudah bekerja memiliki privilege untuk mondar-mandir menumpangi kendaraan jalur khusus itu.
Rute bolak-balik Surabaya-Madiun, Surabaya-Solo, Surabaya-Jogja, Surabaya-Semarang, Surabaya-Jakarta, Surabaya-Malang, Surabaya-Banyuwangi, Semarang-Solo, pernah saya jajal.
Dari ekonomi hingga luxury. Logawa, Pasundan, Banyubiru, Argo Wilis, Argo Semeru, Argo Bromo Anggrek. Kereta lokal juga kereta jarak jauh. Kereta yang berangkat subuh. Kereta yang berangkat tengah malam. Kereta yang berangkat ketika matahari menerangi hari. Kereta bertiket 5.000 hingga ratusan ribu pernah saya nikmati.
Seluruh perjalanan ini meninggalkan jejak memori yang manis. Saya biasanya memotret hal-hal unik yang saya temui.
Pertama, setiap stasiun memiliki ciri khasnya masing-masing. Misal Stasiun Madiun membuat papan nama dengan font seperti huruf jawa.